oleh : Rizqiyah Ratu Balqis
Abstrak
Negara
Indonesia adalah sebuah Negara yang terdiri dari beraneka ragam masyarakat,
suku bangsa, etnis dan agama. Hal
tersebut kemungkinan besar akan menimbulkan konflik dan perpecahan. Untuk menghindari hal tersebut di atas,
negara Indonesia berbentuk negara kesatuan. Bentuk negara kesatuan ini sudah
final sebagaimana termaktub dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik” (Sekretariat Negara RI, 2003).
Filosofi konsep ini adalah dari sebuah pandangan
pluralistik dan multikulturalistik. Karena implikasi pluralistik dan
multikulturalistik akan dapat menyatukan
sebuah perbedaan, dengan demikian, pengetahuan dan konsep dasar tentang Negara
Kesatuan Republik Indonesia harus diwujudkan kepada masyarakat, agar seluruh
masyarakat Indonesia dapat mensikapi secara arif dalam memandang
perbedaan-perbedaan yang ada.dengan demikian, perbedaan tidak menjadi sebuah
kelemahan yang menimbulkan konflik justru perbedaan menjadi sebuauh kekuatan
untuk membangun sebuah negara yang bermartabat dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Key Word : Wawasan, Pluralistik dam
Multikulturalistik, Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
adalah sudah final, hal ini termaktub dalam Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik”. Ayat 2 “Kedaulatan adalah di tangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh majlis permusyawaratan rakyat (Sekretariat
Negara RI, 2003).
Konsep dasar ini akan
menjadi tidak ada arti jika seluruh anak bangsa Indonesia tidak memiliki
wawasan pluralistic dan multikulturalistik baik secara kognitif, afektif dan
psikomotorik. Dengan demikian sangat penting sebuah penanaman wawasan
kebangsaan Indonesia yang didasari oleh sebuah konsep dasar yaitu pluralistik
dan multikulturalistik secara benar, karena bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai suku bangsa, ras, agama, bahasa dan budaya.
Model pemahaman seperti
ini harus sampai kepada akar rumput rakyat Indonesia secara total dan
koprehensif, sehingga seluruh anak bangsa di nusantara ini akan mengerti benar
tentang Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara, Bhineka Tunggal Ika
sebagai semboyan Negara, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 sebagai konstitusi Negara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai
bentuk Negara.
Jika hal ini diabaikan,
maka akan menjadi presiden buruk terhadap kelangsungan keutuhan kesatuan bangsa
yang didasari dengan Undang Undang Dasar 1945
A. Pengertian Pluralistik dan Multikulturalistik
Pluralistik berasal dari kata plural yang artinya banyak, maka
pluralistik berarti sifat atau kualitas yang menggambarkan keanekaragaman;
suatu pengakuan bahwa alam semesta dalam keanekaragaman (Soeprapto, 2013).
Pluralistic
adalah setiap masyarakat di mana warga dapat secara legal dan public memiliki
pandangan beberapa etika yang saling bersaing dan diperbolehkan untuk memilih apa yang telah diyakini. Dengan tidak
merendahkan bahkan menyalahkan keyakinan orang / kelompok lain dan dilarang
keras melakukan pemaksaan untuk mengikuti keyakinanya.
Pluralistic berbeda dengan pluralism,
pluralism adalah sebuah faham khusus yang bersinggungan dengan ranah agama dan
menjadi bagian dari kajian agama. Secara terminology, kata plural berarti
menunjukkan arti jamak. Ketika kata plural diberi embel embel “isme”, maka ia
akan berubah menjadi sebuah paham yang memiliki arti jauh berbeda dengan istilah
kata sebelum (plural). Kalau ditinjau dari segi etimologi, kata pluralism
memiliki arti sebagai sebuah paham yang menganggap semua agama yang ada di bumi
ini adalah benar dan memiliki kedudukan yang sama.
Contoh pluralistic : Pada waktu itu
imperium Islam membolehkan agama non Islam untuk tinggal dan menetap dalam
kawasan teritorial Islam. Bahkan mereka mendapat perlakuan yang sama dengan
umat Islam yang lain. Baik dari segi kesejahteraan, keadilan dan keamanan.
Semuanya dijamin oleh imperium Islam yang berkuasa pada waktu itu. Robert N.
Bellah, dalam Beyond Belief, bahkan menyebutkan terlalu modern untuk ukuran
zamannya, menjadi umat yang satu (ummah wahidah) sebagaimana diundangkan
Rasulullah SAW dalam teks “Piagam Madinah”. Dari contoh tersebut dapat
memberikan pemahaman mengenai pluralistic bahwa manusia manusia dalam konteks
bermasyarakat dan bernegara mempunyai status hokum yang sama. Artinya tiap
manusia mempunyai hak yang sama baik dalam sosial, agama dalam kehidupan bernegara.
Bangsa Indonesia adalah Negara yang pluralistik yakni terdiri dari
beranekaragam suku bangsa, budaya, etnik, bahasa, dan sebagainya. Pluralistik
bukan berarti pluralisme, pluralisme adalah suatu paham yang mengatakan bahwa
realitas terdiri dari banyak subtansi, akan tetapi masing-masing subtansi
dibiarkan dalam keberadaan tanpa peduli adanya common denominator pada
keanekaragaman tersebut. Masing-masing entitas berdiri sendiri tidak terikat
satu sama lain. Sehingga tidak perlu adanya substansi pengganti yang mensubstitusi
berbagai entitas tersebut.
Multikurtural adalah keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
Masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang bersifat majemuk atau
beragam dalam kesukuan bangsaan atau etnisita yang menerima dan menghargai
keanekaragaman yang tentu sudah mengandung perbedaan-perbedaan didalamnya
(Vipers, 2012).
Multikultural erat kaitannya dengan pluralistik, hal itu disebabkan
multikultural tidak dapat terjadi pada masyarakat yang homogen, yakni
masyarakat yang memiliki identitas ras atau etnis yang sama. Multikultural
menginginkan suatu penghargaan dan penilaian terhadap budaya orang lain serta
merupakan sebuah ideologi yang mmengagungkan perbedaan dalam kesederajatan,
baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002).
B.
Implikasi
Pluralistik dan Multikulturalistik dalam Masyarakat Indonesia
Pluralistik
dan Multikulturalistik adalah keanekaragaman yang terjadi di masyarakat
Indonesia, baik dari segi budaya, agama, bahasa dan lain sebagainya,
keaneragaman itu menjadi aset bangsa yang tidak ternilai harganya. Akan tetapi
disisi lain keanekaragaman itu sering kali menjadi pemicu terjadinya konflik
serta menimbulkan rasa curiga antara golongan yang satu dengan yang lainnya,
dalam hal ini keanekaragaman budaya tidak lagi menjadi sebuah keunikan dan aset
yang berharga, akan tetapi akan menjadi hal yang dapat menimbulkan perpecahan
antar golongan beragama, ras, dan budaya. Hal itu dapat terjadi karena :
1.
Menganggap
paling baik golongan sendiri dan memandang rendah golongan lain.
Fanatisme
sering kali muncul dalam setiap golongan. Disuatu sisi fanatisme dibutuhkan
untuk kepentingan dan persatuan dalam golongan itu. orang yang fanatik akan
senantiasa bersungguh-sungguh dan giat dalam memperjuangkan golongannya. Akan
tetapi kefanatikan merekalah yang akan menyebabkan mereka sulit untuk
menghargai golongan lain. Dalam hal ini fanatisme akan melahirkan suatu paham
yang hanya akan mementingkan golongannya sendiri, seperti chauvinisme,
etnosentrisme, dan sebagainya. Mereka akan mempunyai rasa cinta pada
golongannya dengan berlebih-lebihan. Sikap membanggakan diri inilah yang
menyebabkan golongan lain secara tidak langsung merasa direndahkan dan tidak
dihargai keberadaannya.
2.
Perbedaan
pendapat dan pandangan hidup
Setiap golongan
mempunyai pendapat dan pandangan hidup yang berbeda. Bahkan setiap individu pun
mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Namun ada beberapa orang atu golongan
yang memiliki kesamaan pendapat, perbedaan pendapat dapat menyebabkan
perpecahan pada suatu golongan. Dari perpecahan itu akan muncul sebuah golongan
baru yang terdiri dari orang-orang yang sepaham. Maka perselisihan antara kedua
kelompok itu pun dapat terjadi. Jika hal itu berlarut maka kejadian serupa akan
kembali terjadi dan terjadi lagi begitu seterusnya.
3.
Keinginan
kelompok untuk menguasai kelompok lain.
Setap golongan
menginginkan agar golongannya memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar. Salah
satu cara agar golongannya menjadi kuat, maka mereka akan senantiasa
mempengaruhi dan berusaha menundukkan golongan lain untuk tunduk dibawahnya.
Timbulnya kesadaran dari kelompok yang dikuasi itu akan mengakibatkan
pembrontakan dan timbullah konflik.
Dengan pendekatan komparatif dapat dilihat
fakta mengenai keadilan dalam berbagai masyarakat suku. Dapat dilihat ada fakta pluralistik dalam
hal keadilan. Apa yang dilakukan dalam pendekatannya terhadap keadilan
sebenarnya sejalan dengan pendekatan multikulturalistik. Dengan kata lain model
pendekatan komparatifnya terhadap keadilan yang bertolak dari praktik-praktik
keadilan dalam budaya sebenarnya juga merupakan langkah-langkah yang multikulturalistik.
Artinya dalam hal ini tidak
berangkat dari teori keadilan melainkan berangkat dari praktik keadilan yang
ada pada berbagai “kultur” yang ada. Itu berarti pendekatannya mula-mula
bersifat pluralistik dan bermuara pada multikulturalistik. Dan hal tersebut tidak hanya sampai pada keanekaragaman konsep keadilan melainkan,
melalui perbandingan, diskusi, dialog, dari berbagai konsep keadilan yang
beranekaragam, hal tersebut juga sampai pada
keadilan multikulturalistik, yang bisa diterima bersama. Dan karena
praktik-praktik keadilan itu ada pada beraneka ragam budaya, maka dia harus
berangkat dari sana untuk berkontribusi pada penciptaan keadilan serta
menyingkirkan ketidak-adilan, dan bukannya sekedar membangun ideal masyarakat
multikultural tentang keadilan dan mencocokannya dengan suatu model ideal yang
teoritis. Ini sejalan dengan metode “komparatif praktis” yang ditempuhnya
bersama Adam Smith, Karl Marx, dan bukannya metode “transendental ideal ” yang
ditempuh John Rawls, John Locke, Immanuel Kant, dll.
Jadi pendekatan pluralistik lebih melihat aspek perbedaan-perbedaan
kekhasan keunikan yang mengarah kepada kebebasan. Sedangkan multikulturalistik
itu lebih sebagai aspek bagaimana menghadapi dan menyikapi perbedaan-perbedaan
itu. Dan itu ditemukan dalam nilai-nilai bersama yakni
menyingkirkan-ketidak-adilan. Nilai keadilan multikulturalistik ini justru
ditemukan melalui penalaran, diskusi, dialog yang bebas. Dalam situasi situasi
ini orang bissa terkondisi untuk mampu menemukan semua identitasnya dan bukan
hanya terpelotot pada satu identitas saja yang sifatnya eksklusif.
Bangsa Indonesia harus bangga memliki
pancasila sebagai ideology yang bisa mengikat bangsa Indonesia yang demikian
besar dan majemuk. Pancasila adalah dasar yang mempersatukan bangsa sekaligus
dasar utama yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Kehidupan bangsa
Indonesia akan semakin kokoh apabila segenap anak bangsa untuk mempelajari agar
faham sehingga dapat mengaplikasikan pancasila dalam bermasyarakat dan
bernegara secara konsekuen, sendi-sendi lain yang utama untuk dilaksanakan adalah
Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Dengan demikian implikasi
pluralistic dan multikulturalistik
dalam masyarakat Indonesia terkonsep dengan perjuangan untuk tetap mempertahankan
pancasila sebagai ideologi dasar negara, UUD RI tahun 1945 sebagai landasan
konstitusional, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara dan
wadah pemersatu bangsa serta Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang
merupakan modal untuk alat pemersatu bangsa dalam konteks kemajemukan.
C. Pengetahuan Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Keberadaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari peristiwa
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi
tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan
kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru
yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apabila
ditnjau dari sudut hukum tata negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sempurna sebagai negara, mengingat
saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia baru sebagian memiliki unsur
konstitutif berdirinya negara. Untuk itu PPKI dalam sidangnya tanggal 18
Agustus 1945 telah melengkapi persyaratan berdirinya negara yaitu berupa
pemerintah yang berdaulat dengan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden,
sehingga PPKI disebut sebagai pembentuk negara. Disamping itu PPKI juga telah
menetapkan UUD 1945, dasar negara dan tujuan negara.
Para
pendiri bangsa (The Founding Fathers)
sepakat memilih bentuk negara kesatuan karena bentuk negara kesatuan itu
dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai
keanekaragaman, untuk mewujudkan paham negara integralistik (persatuan) yaitu
negara hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan negara
mengutamakan kepentingan umum. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang
dibentuk berdasarkan semangat kebangsaan (nasionlisme) oleh bangsa Indonesia
yang bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tampah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.