Minggu, 06 Maret 2016

FILSAFAT ILMU Epistimology Sains : Alat dan Langkah Tata Kerja Metode Ilmiah



 
 BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Suatu peristiwa atau kejadian, pada dasarnya tidak pernah lepas dari peristiwa lain yang mendahuluinya. Demikian juga, dengan timbul dan berkembangnya filsafat maupun ilmu. Menurut Rinjin, filsafat dan ilmu timbul dan berkembang karena akal budi, thauma, dan aporia.[1]
Dengan akal budinya, kemampuan manusia dalam bersuara bisa berkembang menjadi kamampuan berbahasa dan berkomunikasi sehingga manusia disebut sebagai homo loquens dan animal symbolicum. Dengan akal budinya, manusia dapat berpikir abstrak dan konseptual sehingga dirinya disebut sebagai homo sapiens (makhluk pemikir) atau menurut Aristoteles, manusia dipandang sebagai animal that reasons yang ditandai dengan sifat selalu ingin tahu (all men by nature desire to know).
Pada diri manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiosty), yang menjelma dalam wujud beragam pertanyaan. Bertanya adalah berpikir dan berpikir dimanifestasikan dalam bentuk pertanyaan. Manusia merupakan makhluk yang memiliki rasa kagum (Thauma) pada segala sesuatu yang diciptakan oleh Sang Pencipta, misalnya kekaguman pada matahari, bumi dan dirinya sendiri, dan sebagainya.
uqèd Ï%©!$# Ÿ@yèy_ š[ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yŠytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# šÏ9ºsŒ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_ÁxÿムÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇÎÈ  
Artinya; “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[2] [669]. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”[3]

Kekaguman tersebut kemudian mendorong manusia untuk berusaha mengetahui alam semesta serta asal usulnya (masalah kosmologis). Ia juga berusaha mengetahui dirinya sendiri, eksistensi, hakikat, dan tujuan hidupnya.
Faktor lain yang juga mendorong timbulnya filsafat dan ilmu adalah masalah yang dihadapi manusia (aporia). Kehidupan manusia selalu diwarnai masalah, baik masalah yang bersifat teoritis maupun praktis. Masalah mendorong manusia untuk berbuat dan mencari jalan keluar yang tidak jarang menghasilkan temuan yang sangat berharga (necessity is the mother of science).
Filsafat ilmu merupakan bagian dari Epistemologi yang secara sepesifik mengkaji hakekat ilmu. Dalam bentuk pertanyaan, pada dasarnya filsafat ilmu membicarakan hakikat (segala sesuatu), ini berupa tentang hakikat segala sesuatu (ontology), bagaimana proses memperoleh pengetahuan atau (epistemologi), dan bagaimana guna pengetahuan (aksiologi), oleh karena itu ruang lingkup induk filsafat ilmu ada 3 yaitu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi.[4]
Tapi di dalam makalah ini, akan di kaji tentang “Epistemologi Sains: Alat dan Langkah Tata Kerja metode Ilmiah”. Epistemologi berkaitan dengan bagaimana proses di perolehnya pengetahuan, bagaimana prosedurnya untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang benar.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.    Apakah Epistemologi Sains itu?
2.    Apakah Kegunaan Pengetahuan Sains?
3.    Bagaimana Penjelasan Tentang Ilmu Pengetahuan (Pengetahuan Ilmiah)?
4.    Bagaimanakah cara memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah?

C.  Tujuan Pembahasan
1.    Untuk mengetahui Epistemologi Sains
2.    Untuk mengetahui Kegunaan Pengetahuan Sains
3.    Untuk mengetahui Penjelasan Tentang Ilmu Pengetahuan (Pengetahuan Ilmiah)
4.    Untuk mengetahui cara memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah




BAB II
PEBAHASAN

A.  Epistemology Sains
Istilah epistemologi ini pertama kali muncul dan digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 M. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti knowledge; pengetahuan, dan logos yang berarti teori atau ilmu. [5]Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa epistimologi adalah cabang filsafat yang membicarakan pengetauan baik mengenai terjadinya, keabsahan, maupun kebenaran pengetahuan.[6] Jadi, Epistemologi adalah bidang kajian filsafat yang mempelajari tentang hakekat ilmu pengatahuan manusia, khususnya pada empat masalah, yaitu:
1.      Sumber-sumber ilmu pengetahuan
2.      Alat pencapaian pengetahuan
3.      Metode pencapaian pengetahuam
4.      Batasan pengetahuan atau klasifikasi pengetahuan.[7]
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah dan tidak- ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah adalah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan secara procedural, metologis, teknis, dan normative akademis. Dengan demikian, kebenaran ilmiahnya teruji sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah, dapat di pertanggung jawaban.[8]






TABEL 2.1
Pengetahuan Manusia

Pengetahuan
Objek
Paradigma
Metode
Kriteria
Sains
Empiris
Sains
Metode Ilmiah
Rasional Empiris
Filsafat
Abstrak rsional
Rasional
Metode rasional
Rasional
Mistis
Abstrak suprarasional
Mistis
Latihan Percaya
Rasa, Iman, logis, kadang empiris
Sumber : Tafsir, Ahmad, 2006, Filsafat Ilmu
Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah diperoleh secara sadar, aktif, sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak, serta di akhiri dengan verifikasi atau di uji kebenaran (validitas) ilmiahnya.[9]
Selain dari itu, sains memiliki arti  serta definisi yang berbeda-beda sesuai dengan alasan masing-masing. Berikut ini disajikan di antaranya:
1.    Sains adalah pengetahuan yang sistematis yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan, penelaahan, dan percobaan yang dilakukan untuk mengetahui prinsip-prinsip alam.[10]
2.    Paul Freedman (1950) dalam bukunya The Principles of scientific Research menyebutkan bahwa sains adalah “suatu bentuk aktifitas manusia untuk memperoleh suatu pembahasan dan pemahaman tentang alam yang cermat dan lengkap, pada waktu yang lalu, masa kini, dan masa yang akan datang, serta untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk menyesuaiakan diri terhadap lingkungannya agar ia dapat beradapatasi terhadap lingkungan tersebut sesuai dengan keinginannya”
3.    Blis (1929) dalam bukunya The Organisation of Knowledege menyatakan bahwa sains adalah kumpulan pengetahuan yang disusun secara teratur dan dapat dibuktikan kebenarannya secara metodik dan rasional yang dihasilkan dari data-data eksperimental dan empiris, konsep-konsep sederhana, dan kaitan-kaitan perceptual menjadi kaidah yang dapat menjeneralisasikan teori, kaidah, asas, dan penjelasan menjadi konsepsi-konsepsi yang lebih luas cakupannya dan system-sistem konseptual”
4.    Laubenfels (1949) dalam bukunya Life Science, menyatakan sains adalah “Suatu pengetahuan tentang asas-asas atau fakta-fakta dalam pencarian kebenaran yang telah diklasifikasikan secara teratur”
5.    Sporn (1970) dalam bukunya Technology, Engineering, and Economics menyatakan sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang dapat dibuktikan secara eksperimental, sistematis mengenai hubungan-hubungan antara fenomena kompleks dunia fisik
Dari beberapa pendapat para ahli di atas. Dalam bahasa Indonesia, kata science (berasal dari bahasa latin dari kata scio, scire yang berarti tahu) umumnya di artikan ilmu, tetapi sering juga di artikan dengan ilmu pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat di ambil kesimpulan epistimology sains adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari hakekat ilmu pengetahuan manusia serta membicarakan pengetauan baik mengenai terjadinya, keabsahan, maupun kebenaran pengetahuan.
B.  Kegunaan Pengetahuan Sains
1.    Kegunaan Sains
Apa kegunaan sains?  Pertanyaan ini sama dengan, “Apa kegunaan pengetahuan ilmiah?” karena sains (ilmu pengetahuan) isinya teori (ilmiah). Secara umum teori artinya pendapat yang beralasan. Alasan tersebut bisa berupa argumen logis. Adapun teori sains harus berdasarkan argumen logis yang empiris.[11]
Pengetahuan sains adalah pengetahuan rasional yang didukung bukti empiris. Pengetahuan sains itu mempunyai paradigma dan metode tertentu. Paradigmanya disebut paradigma sains scientific paradigma dan metodenya disebut metode ilmiah sains scientific method. Formula utama dalam pengetahuan sains adalah buktikan bahwa itu rasional dan tunjukan bukti empirisnya.[12]
Untuk memperoleh pengetahuan sains yang benar harus melakukan langkah logico-hypothetico-verificatif yaitu membuktikan bahwa itu logis, ajukan hipotesis dan melakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris serta menerapkan metode induktif dan metode deduktif.12 Ilmu sains atau struktur sains dibagi tiga yaitu sains eksplanasi, sebagai alat peramal, dan sebagai alat kontrol.
a.    Sains sebagai alat eksplanasi (memberikan penjelasan)
Berbagai ilmu yang berkembang dewasa ini, secara umum berfungsi sebagai alat untuk membuat eksplanasi (penjelasan) kenyataan yang ada. Menurut T. Jacob yang dikutip Ahmad Tafsir, “sains merupakan suatu system eksplanasi yang paling dapat diandalkan dibandingkan system lain dalam memahami masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan.”[13]
b.    Sains sebagai alat peramal (prediksi)
Ketika membuat eksplanasi, ilmuwan telah mengetahui faktor penyebab gejala tersebut. Dengan menganalisis faktor dan gejala yang muncul, ilmuwan dapat melakukan ramalan atau diagnosis berdasarkan latar belakang keilmuannya. Dalam hal ini ramalan yang dimaksud, berbeda dengan ramalan seorang dukun[14].
c.    Sains sebagai alat pengontrol
Eksplanasi sebagai bahan membuat prediksi dan control. Ilmuwan, selain mampu membuat ramalan/prediksi berdasarkan eksplanasi gejala awal, juga dapat membuat control. Menurut Ahmad Tafsir, perbedaan prediksi dan control adalah prediksi bersifat pasif, sedangkan control bersifat aktif.[15]
Kegunaan sains adalah sebagai alat untuk menjelaskan, meramal atau prediksi, dan sebagai alat kontrol. Sedangkan cara sains menyelesaikan masalah adalah mengidentifikasi masalah, mencari teori tentang sebab-sebab masalah tersebut, mencari teori kembali untuk memperbaiki masalah tersebut.
2.    Manfaat Sains
Menurut Liang Gie (1984), dengan berkembangnya sains, manusia dapat terus mencari dan mengetahui sains sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya karena sains bermanfaat untuk:15
a.    Mengungkap suatu kebenaran (truth)
b.    Menambah pengetahuan (knowledge) agar lebih terampil dalam mengarungi bahtera hidup
c.    Meningkatkan pemahaman (understanding, comprehension, insight) terhadap gejala alam
d.   Menjelaskan (explanation) proses sebab akibat dari suatu kejadian
e.    Memperkirakan (prediction) suatu kejadian yang akan terjadi
f.     Mengendalikan (control) alam agar sesuai dengan diharapkan
g.     Menerapkan (application) suatu kaidah alam
h.    Menghasilkan (production) sesuatu yang berguna untuk kehidupan umat manusia masa kini dan masa datang
C.  Penjelasan Tentang Ilmu Pengetahuan (Pengetahuan Ilmiah)
Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang mempunyai system dan metode tertentu, yang selanjutnya disebut ilmu pengetahuan. Salah satu objek pengetahuan adalah ilmu pengetahuan ilmiah yang kemudian disebut science. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri dan syarat tertentu, seperti sistematik, rasional, empiris, universal, dan kumulatif. Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat di uji ataupun diverifikasi kebenarannya. Untuk lebih jelas, akan dibahas sebagai berikut.16
1.    Objek Ilmu Pengetahuan
Pada dasarnya, ilmu pengetahuan adalah alam dan manusia. Ilmu pengetahuan dibedakan atau ditentukan berdasarkan oleh objeknya. Ada dua macam objek ilmu pengetahuan, yaitu objek materia dan objek forma. Objek materia (material object) ilmu pengetahuan adalah seluruh lapangan bahasan yang dijadikan objek penyelidikan ilmu pengetahuan. Adapun objek forma ilmu pengetahuan adalah objek materia yang jadi fokus suatu ilmu. Dengan demikian, hal yang membedakan ilmu pengetahuan yang satu dan lainnya adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai objek materia yang sama. Apabila kebetulan objek materianya sama, yang membedakan adalah objek formanya, yaitu sudut pandang tertentu yang menentukan jenis ilmu pengetahuan.
2.    Metode dalam Ilmu Pengetahuan
Tujuan ilmu pengetahuan adalah mencapai kebenaran. Cara atau jalan yang dilalui itu bergantung pada sifat ilmu itu sendiri, apakah ilmu pengetahuan alam atau ilmu pengetahuan sosial. Francis Bacon (1561-1626) menegaskan bahwa : pengetahuan adalah kuasa, pengetahuan itu diperoleh melalui pengamatan alam dengan metode induktif yang sistematis. Para ahli kemudian merumuskan beberapa langkah, kaitannya dengan data, yang lazim dikenal dengan metode ilmiah, yaitu sebagai berikut:
a.    Pengumpulan (koleksi)
b.    Pengamatan (observasi)
c.    Pemilihan (seleksi)
d.   Penggolongan (klasifikasi)
e.    Penafsiran (interpretasi)
f.     Penarikan kesimpulan umum (generalisasi)
g.    Perumusan hipotesis
h.    Pengujian (verivikasi) terhadap hipotesis melalui riset, empiris dan eksperimen
i.      Penilaian (evaluasi) menerima atau menolak, menambah, atau mengubah hipotesis
j.      Perumusan teori ilmu pengetahuan
k.    Perumusan hukum ilmu pengetahuan
Istilah sains digunakan untuk menjelaskan kerangka dari sistematika pengetahuan, temasuk didalamnya tentang hipotesis-hipotesis, teori-teori dan hukum yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan dari tahun ke tahun. Bagi sejumlah orang istilah sains digunakan untuk menentukan suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang objektif dan dapat diuji kebenarannya. Secara praktis penggunaan istilah sains adalah sinonim dengan metode ilmiah.
D.  Cara Memperoleh Pengetahuan Dengan Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan salah satu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Metode ilmiah dianggap merupakan metode terbaik untuk mendaptkan pengetahuan karena metode ini menggunakan pendekatan yang sistematis, objektif, terkontrol, dan dapat di uji, melalui metode induktif ataupun deduktif. Beberapa metode lain yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan selain metode ilmiah adalah melalui intuisi, rasionalisme, dan empiris.17
TABEL 2.1
Beberapa perbedaan metode ilmiah dengan non-ilmiah

Aspek
Non-Ilmiah
Ilmiah
Pendekatan masalah
Intuitif
Empiris
Konsep / Teori
Ambigu dengan arti yang berlebihan
Jelas, operasional, dan spesifik
Hipotesis
Tidak dapat dibuktikan
Dapat dibuktikan
Observasi gejala
Tidak terkontrol, seadanya
Sistematis, terkontrol
Alat ukur
Tidak akurat
Akurat, tepat, sesuai
Pengukuran
Tidak valid dan reliabel
Valid dan reliabel
Kontrol
Tidak ada
Selalu dilakukan
Pelaporan hasil penelitian
Bias, subjektif
Tidak bias, objektif
Sikap peneliti
Apa adanya
Kritis, skeptis, mencari bukti
Sifat penelitian
Tidak dapat di ulang
Dapat diulang18

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata kunci dari metode ilmiah adalah empiris, teori yang jelas, operasional dan spesifik, dapat dibuktikan, sistematis, alat ukur disesuaiakan, perhatian terhadap validitas dan reliabilitas, objektif, sikap peneliti yang cenderung kritis dan mencari pembuktian, dan dapat diulang.
Dalam buku logika materiil filsafat ilmu pengetahuan cara menimba ilmu atau langkah-langkah dalam metode ilmiah yaitu19:
1.    Empiris, menekankan bahwa setiap pernyataan harus dapat dibuktikan. Artinya ; suatu penjelasan dianggap benar jika sesuai dengan pengalaman atau observasi. Secara sederhana, empirisme selalu sesuai dengan kenyataan selalu dapat dialami dan di observasi. Misalnya, pernyataan ‘‘langit mendung sebentar lagi akan hujan’’. Pernyataan ini didasarkan pada yang dapat di observasi atau dialami semua orang.
2.    Teori yang jelas, operasional, dan spesifik. Artinya, bahwa teori-teori yang digunakan haruslah jelas, operasional (dapat di ukur dan spesifik). Misalnya, motivasi yang di definisikan oleh Robbins sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seseorang untuk mencapai tujuannaya. Motivasi ini dioperasionalisasi ke dalam lima dimensi (misalnya: kerja keras, orientasi masa depan, tingkat cita-cita tinggi, ketekunan, usaha untuk maju). Kelima dimensi ini dijelaskan lagi secara spesifik dalam bentuk indikator.
3.    Hipotesis yang dapat dibuktikan, artinya;
a.       Hipotesis (dugaan sementara) yang di ajukan oleh peneliti harus dapat dibuktikan melalui suatu pengajuan hipotesis yang metode/tekniknya disesuaikan dengan jenis penelitian, jenis data, dan berbagai aturan dalam pengajuan hipotesis ilmiah.20
b.      Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan memberikan hasil yang sama).
c.       Menguji kesimpulan; Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.21
4.    Observasi yang terkontrol, artinya setiap tindakan observasi yang dilakukan terkontrol secara ketat dan sistematis. Adanya control yang ketat ini meminimalisasi pengaruh variabel lain (misalnya inteligensia) dengan cara memperhatikan homogenitas subjek penelitian atau subjek diambil dengan karakteristik yang relative homogeny, baik dalam IQ, usia, dan lain-lain.
5.    Alat ukur atau instrument yang digunakan haruslah tepat. Instrument yang digunakan bisa berupa angket atau lembar observasi, dan lain-lain.
6.    Perhatian terhadap validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian ilmiah, validitas dan reliabilitas merupakan persyaratan penelitian. Salah satu penelitian yang mengalami kritikan karena aspek validitas dan reliabilitas ini adalah penelitian mengenai Emotional Quotient oleh Golemon. Salah satu ahli yang mengkritiknya adalah Stolzt (penggagas teori AQ/Adversity Quotient) yang menganggap bahwa EQ tidak didasarkan pada standar pengukuran yang valid dan metode yang jelas untuk mengukurnya.
7.    Bersikap kritis, skeptic, dan mencari pembuktian. Dari sisi peneliti, sikap kritis, skeptis, dan mencari pembuktian merupakan salah satu orientasi penelitian ilmiah, artinya ; seorang peneliti tidak boleh menerima begitu saja penjelasan dari hasil penelitian orang lain dan tetap mengembangkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Dengan demikian, metode ilmiah selalu terbuka untuk menerima pendapat yang berbeda dan setiap pendapat terbuka untuk diuji ulang (seperti keraguan Stolzt pada poin 6 diatas)
Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada. Metode yang berkaitan dengan prosedural meliputi pengamatan, percobaan, pengukuran, survei, deduksi, induksi, analisis, dan paling tidak enam macam komponen berikut : 22
1.    Masalah (problem)
Ada tiga karakteristik yang harus dipenuhi untuk mewujudkan bahwa suatu masalah bersifat scientific, yaitu communicability, the scientific attitude, and the scientific method. Communicability berarti masalah, yaitu sesuatu untuk dikomunikasikan/dicari jalan keluarnya. The scientific attitude artinya, memenuhi karakteristik curiosity, speculativeness, willingness to be objective, willingness to suspend judgement, and tentavity. The scientific method berarti, masslah harus dapat diuji (testable).
a.    Sikap (Attitude)
Karakteristik yang harus dipenuhi, antara lain:
1)   Curiosity berarti adanya rasa ingin tahu tentang bagaimana sesuatu itu ada, bagaimana sifatnya, fungsinya, dan bagaimana sesuatu dihubungkan dengan sesuatu yang lain
2)   Speculativeness. Saintis harus mempunyai usaha dan hasrat untuk mencoba memecahkan masalah, melalui hipitesis-hipotesis yang di usulakan
3)   Willingness to be objective, hasrat dan usaha untuk bersikap dan bertindak objektif merupakan hal yang penting bagi seorang saintis
4)   Willingness to suspend judgement, berarti bahwa seorang saintis dituntut bertindak sabar dalam mengadakan observasi, dan bersikap bijaksana dalam menentukan kebijakan berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan karena apa yang ditemukan masih serba tentative.23
b.   Metode (Method)
Sifat scientist method berkenaan dengan hipotesis yang kemudian diuji. Esensi sains terletak pada metodenya. Sains sebagai teori merupakan sesuatu yang selalu berubah. Berkenaan dengan sifat metode scientific, para saintis tidak selalu memiliki ide yang “pasti” yang dapat ditunjukkan sebagai sesuatu yang absolute atau abstrak.
c.    Aktivitas (Activity)
Sains adalah suatu lahan yang dikerjakan oleh para saintis, melalui scientific research, terdiri atas dua aspek, yaitu individual dan sosial
d.    Kesimpulan (Conclusions)
Sains lebih sering dipahami sebagai a body of knowledge. Body dari ide-ide ini merupakan sains itu sendiri. Kesimpulan yang merupakan pemahaman yang dicapai sebagai hasil pemecahan masalah adalah tujuan dari sains yang diakhiri dengan pembenaran dari sikap dan metode.
e.     Pengaruh (Influence)
Sebagian dari apa yang dihasilkan melalui sains pada gilirannya memberi berbagai pengaruh.
Pertimbangannya dibatasi oleh dua penekanan, yaitu pertama pengaruh ilmu terhadap ekologi, melalui applied science, dan kedua, pengaruh terhadap atau dalam masyarakat serta membudayakannya menjadi berbagai nilai. Cakupan ilmu pengetahuan adalah ilmu pengetahuan manusia dan masyarakat, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan ketuhanan. Oleh karena itu, filsafat dan ilmu pengetahuan mempunyai objek penyelidikan yang sama, yaitu manusia, alam dan Tuhan sang pencipta. Perbedaanya terletak pada kualitas sasaran yang dituju, ilmu pengetahuan mempelajari jenis, bentuk, sifat, dan susunan fisik menurut bagian tertentu secara terpisah-pisah.24
Ilmu pengetahuan menyelidiki manusia (antropologi), dan penyelidikannya berhenti pada sifat-sifat fisik menurut jenis, bentuk, dan susunan objek manusia itu. Karena sifat fisis manusia itu aktual dalam berbagai wujud keadaan, antropologi cenderung mempunyai berbagai jenis cabang. Kecenderungan pluralitas ilmu pengetahuan tersebut, jika terlepas dari ikatan filsafat, niscaya akan terjadi pemisahan yang tajam antara yang satu dan yang lain. Akan tetapi, dalam ikatan filsafat, pluralitas ilmu pengetahuan itu justru menggelar eksistensinya yang semakin lengkap dan fungsional. Artinya, setiap cabang ilmu pengetahuan saling berkorelasi secara kritis, kreatif dan efektif  demi kukuhnya ilmu pengetahuan induk. Akan tetapi, jika masing-masing cabang tidak terkait hubungan seperti itu, niscaya akan menghancurkan ilmu pengetahuan induknya. Jika ilmu pengetahuan induk hancur, ilmu pengetahuan cabang pasti akan mudah terseret ke dalam wujud berbagai tuntutan praktis-prakmatis yang semakin jauh dari nilai-nilai ilmiah. Hal ini sangat membahayakan praktik pelaksanaan hidup menusia dan masyarakat sehari-hari.25
Dengan demikian, setiap ilmu pengetahuan memperoleh nilai ilmiah, universal dari filsafat, yaitu berupa wawasan atau pandangan yang menyeluruh, luas, dan mendalam. Wawasan demikian sangat berguna bagi setiap ilmu pengetahuan untuk selalu bersikap kritis terhadap lingkungan bidang studinya, sehingga tujuan keilmuannya tetap menjadi pengaruh kegiatan penyelidikannya. Oleh sebab itu, filsafat ilmu pengetahuan akan berkembang secara metodologik, sistematik sehingga mampu menemukan kebenaran yang ilmiah.
Kebenaran ilmiah bersifat objektif dan universal. Bersifat objektif, artinya kebenaran sebuah teori ilmiah (atau aksioma dan paradigma) harus didukung oleh kenyataan objektif (fakta). Itu berarti, kebenaran ilmiah tidak bersifat subjektif. Kebenaran ilmiah bersifat universal sebab kebenaran ilmiah merupakan hasil konvensi dari para ilmuwan di bidangnya masing-masing. Hanya dengan cara demikian, kebenaran ilmiah dapat dipertahankan.
Hal ini mengandalkan pula bahwa tidak tertutup kemungkinan suatu teori yang dianggap benar suatu waktu akan gugur oleh hasil penemuan baru. Biasanya, dalam kasus seperti ini dilakukan penelitian ulang dan pengkajian yang mendalam. Kalau penemuan baru (yang menolak kebenaran lama) bisa dibuktikan kebenarannya, kebenaran lama harus ditinggalkan. Mengapa kebenaran ilmiah bersifat relatif? Hal ini karena rasio manusia terbatas. Ilmu dan teknologi, mengalami perkembangan tidak sekaligus final, tetapi tahap demi tahap. Dengan demikian, metode dan kebenaran merupakan tujuan dari setiap pengetahuan dan ilmu. Metode  yang dituju oleh ilmu adalah metode ilmiah. Dan kebenaran yang dituju dengan ilmu adalah kebenaran ilmiah.26














BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
1.    Epistemologi Sains adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan.
2.    Kegunaan Epistimology sains adalah a). Sebagai alat eksplanasi (memberikan penjelasan), b). Sains sebagai alat peramal (prediksi), c). Sains sebagai alat pengontrol
3.    Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat di uji ataupun diverifikasi kebenarannya. Untuk lebih jelas, akan dibahas sebagai berikut: a. Objek Ilmu Pengetahuan b. Metode dalam Ilmu Pengetahuan, di antaranya:
a.    Pengumpulan (koleksi)
b.    Pengamatan (observasi)
c.    Pemilihan (seleksi)
d.   Penggolongan (klasifikasi)
e.    Penafsiran (interpretasi)
f.     Penarikan kesimpulan umum (generalisasi)
g.    Perumusab hipotesis
h.    Pengujian (verivikasi) terhadap hipotesis melalui riset, empiris dan eksperimen
i.      Penilaian (evaluasi) menerima atau menolak, menambah, atau mengubah hipotesis
j.      Perumusan teori ilmu pengetahuan
k.    Perumusan hukum ilmu pengetahuan
4.    Langkah-langkah dalam metode ilmiah yaitu: Empiris, Teori yang jelas, Hipotesis yang dapat dibuktikan, Observasi yang terkontrol, Alat ukur atau instrument yang digunakan haruslah tepat, Perhatian terhadap validitas dan reliabilitas, Bersikap kritis, skeptic, dan mencari pembuktian.
B.  SARAN
Epistimologi sains sebagaimana disebutkan diatas, sangat penting dipahami guna melihat perkembangan keluasan dari substansi yang dikaji dan telaah dalam filsafat. Selain itu, secara teoritis, masih mungkin berkembang sejalan dengan mendalamnya pengkajian terhadap objek materi filsafat.























DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar Amsal. 2004. Filsafat ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Hamdani. 2011. Filsafat Sains. Bandung: pustaka setia

Jujun S. Suriasumantri. 1998.  Filsafat Ilmu Suatu Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan

Kementrian Agama RI. 2012. Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Lentera Optima Pustaka.

Sofyan Ayi. 2010. Kapita Selekta Filsafat. Bandung: Pustaka Setia

Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Ilmu. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Zaprulkhan. 2012. Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik. Jakarta: Raja Grafindo

Zubaedi, dkk. 2010. Filsafat Barat Dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Khun. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

http://idris.myblogrepublika.com/epistemologi-filsafat-pengetahuan/2010


[1] Ketut Rijin, Pengantar Filsafat Ilmu dan Ilmu Sosial Dasar, Bandung: Kayumas, 1997, hlm. 9-10

[2] [669] Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah
[3] Kementrian Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahannya, Yunus(10):5, Lentera Optima Pustaka, Surabaya, 2012, hlm 209
[4] Jujun Suriasumantri (1996), Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer
[5] Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, Cet. II, Yogyakarta: Belukar. 2005, hlm 20
[6] Win Usuluddin Bernaiden. Membuka Gerbang Filsafat. Jember: Pustaka Belajar. 2011. Hlm 56
[7] Kosmic, Manual Training Filsafat, Jakarta: Kosmic. 2002, hlm 76
[8] Hamdani, Filsafat Sains, Bandung, pustaka setia, 2011, hlm 117
[9] Ibid, hlm 118
[10] Webster’s New World College Dictionary, hlm 1202
[11] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, Bandung: Rosdakarya. 2010. hlm 37
[12] Salam, Burhanuddin. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta: Rineka cipta. 2000, hlm 65

[13] Ahmad Tafsir.Opcit. hlm 37-38
[14] Ibid hlm 38
[15] Judistira Garna, Beberapa Dasar Ilmu Sosial, Bandung: PPS Unpad, 1992, hlm 13
15 Hamdani, Filsafat Sains, Bandung: Pustaka Setia, 2011, hlm 173-174
16 Ibid, Hamdani, hlm 98-100
17 http://teorionline.wordpress.com
18 shaugnessy dan Zechmeister,(dalam Liche Seniati, dkk) 2005, opcit, hlm 10
19 Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Suatu Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan, 1998, hlm 163-164
20 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta : Bumi Aksara, 2007, hlm 55-58
21 Sumarna Cecep, Filsafat Ilmu dan Hakikat Menuju Nilai, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006
22 Hamdani, Filsafat Sains, Bandung, pustaka setia, 2011, hlm 195
23 Ibid, hlm 196
24 suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Bumi Aksara, 2007, hlm 118-119
25 Ibid, Hamdani, Filsafat Sains, Bandung, pustaka setia, 2011, hlm 197
26 Hamdani, Filsafat Sains, Bandung, pustaka setia, 2011, hlm 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar