BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Suatu peristiwa atau kejadian, pada dasarnya tidak pernah lepas
dari peristiwa lain yang mendahuluinya. Demikian juga, dengan timbul dan berkembangnya
filsafat maupun ilmu. Menurut Rinjin, filsafat dan ilmu timbul dan berkembang
karena akal budi, thauma, dan aporia.[1]
Dengan akal
budinya, kemampuan manusia dalam bersuara bisa berkembang menjadi kamampuan
berbahasa dan berkomunikasi sehingga manusia disebut sebagai homo loquens
dan animal symbolicum. Dengan akal budinya, manusia dapat berpikir abstrak
dan konseptual sehingga dirinya disebut sebagai homo sapiens (makhluk
pemikir) atau menurut Aristoteles, manusia dipandang sebagai animal that
reasons yang ditandai dengan sifat selalu ingin tahu (all men by nature
desire to know).
Pada diri
manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiosty), yang
menjelma dalam wujud beragam pertanyaan. Bertanya adalah berpikir dan berpikir
dimanifestasikan dalam bentuk pertanyaan. Manusia merupakan makhluk yang
memiliki rasa kagum (Thauma) pada segala sesuatu yang diciptakan oleh
Sang Pencipta, misalnya kekaguman pada matahari, bumi dan dirinya sendiri, dan
sebagainya.
uqèd Ï%©!$# @yèy_ [ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# Ï9ºs wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_Áxÿã ÏM»tFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôèt ÇÎÈ
Artinya;
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[2] [669].
Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang
mengetahui.”[3]
Kekaguman
tersebut kemudian mendorong manusia untuk berusaha mengetahui alam semesta
serta asal usulnya (masalah kosmologis). Ia juga berusaha mengetahui dirinya
sendiri, eksistensi, hakikat, dan tujuan hidupnya.
Faktor lain
yang juga mendorong timbulnya filsafat dan ilmu adalah masalah yang dihadapi
manusia (aporia). Kehidupan manusia selalu diwarnai masalah, baik
masalah yang bersifat teoritis maupun praktis. Masalah mendorong manusia untuk
berbuat dan mencari jalan keluar yang tidak jarang menghasilkan temuan yang
sangat berharga (necessity is the mother of science).
Filsafat ilmu
merupakan bagian dari Epistemologi yang secara sepesifik mengkaji hakekat ilmu.
Dalam bentuk pertanyaan, pada dasarnya filsafat ilmu membicarakan hakikat
(segala sesuatu), ini berupa tentang hakikat segala sesuatu (ontology),
bagaimana proses memperoleh pengetahuan atau (epistemologi), dan bagaimana guna
pengetahuan (aksiologi), oleh karena itu ruang lingkup induk filsafat ilmu ada
3 yaitu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi.[4]
Tapi di dalam
makalah ini, akan di kaji tentang “Epistemologi Sains: Alat dan Langkah Tata Kerja
metode Ilmiah”. Epistemologi berkaitan dengan bagaimana proses di perolehnya
pengetahuan, bagaimana prosedurnya untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang
benar.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah:
1.
Apakah
Epistemologi Sains itu?
2.
Apakah
Kegunaan Pengetahuan Sains?
3.
Bagaimana
Penjelasan
Tentang Ilmu Pengetahuan (Pengetahuan Ilmiah)?
4.
Bagaimanakah
cara memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui Epistemologi Sains
2.
Untuk mengetahui Kegunaan Pengetahuan Sains
3. Untuk mengetahui Penjelasan
Tentang Ilmu Pengetahuan (Pengetahuan Ilmiah)
4.
Untuk
mengetahui cara memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah
BAB
II
PEBAHASAN
A.
Epistemology
Sains
Istilah epistemologi ini pertama kali muncul dan
digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 M. Epistemologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti knowledge;
pengetahuan, dan logos yang berarti teori atau ilmu. [5]Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa
epistimologi adalah cabang filsafat yang membicarakan pengetauan baik mengenai
terjadinya, keabsahan, maupun kebenaran pengetahuan.[6] Jadi, Epistemologi adalah bidang kajian filsafat yang mempelajari
tentang hakekat ilmu pengatahuan manusia, khususnya pada empat masalah, yaitu:
1.
Sumber-sumber ilmu pengetahuan
2.
Alat pencapaian pengetahuan
3.
Metode pencapaian pengetahuam
4.
Batasan pengetahuan atau
klasifikasi pengetahuan.[7]
Secara
sederhana, dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai
dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah dan tidak-
ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah adalah yang disebut ilmu pengetahuan atau
singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisi dan
diorganisasi sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan secara
procedural, metologis, teknis, dan normative akademis. Dengan demikian,
kebenaran ilmiahnya teruji sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu,
atau secara ilmiah, dapat di pertanggung jawaban.[8]
TABEL 2.1
Pengetahuan
Manusia
Pengetahuan
|
Objek
|
Paradigma
|
Metode
|
Kriteria
|
Sains
|
Empiris
|
Sains
|
Metode Ilmiah
|
Rasional
Empiris
|
Filsafat
|
Abstrak
rsional
|
Rasional
|
Metode
rasional
|
Rasional
|
Mistis
|
Abstrak
suprarasional
|
Mistis
|
Latihan
Percaya
|
Rasa, Iman, logis, kadang empiris
|
Sumber : Tafsir, Ahmad, 2006, Filsafat Ilmu
Dengan kata
lain, pengetahuan ilmiah diperoleh secara sadar, aktif, sistematis, jelas
prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak, serta di
akhiri dengan verifikasi atau di uji kebenaran (validitas) ilmiahnya.[9]
Selain dari
itu, sains memiliki arti serta definisi yang berbeda-beda sesuai dengan alasan masing-masing.
Berikut ini disajikan di antaranya:
1.
Sains
adalah pengetahuan yang sistematis yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan,
penelaahan, dan percobaan yang dilakukan untuk mengetahui prinsip-prinsip alam.[10]
2.
Paul
Freedman (1950) dalam bukunya The Principles of scientific Research
menyebutkan bahwa sains adalah “suatu bentuk aktifitas manusia untuk memperoleh
suatu pembahasan dan pemahaman tentang alam yang cermat dan lengkap, pada waktu
yang lalu, masa kini, dan masa yang akan datang, serta untuk meningkatkan
kemampuan manusia untuk menyesuaiakan diri terhadap lingkungannya agar ia dapat
beradapatasi terhadap lingkungan tersebut sesuai dengan keinginannya”
3.
Blis
(1929) dalam bukunya The Organisation of Knowledege menyatakan bahwa
sains adalah kumpulan pengetahuan yang disusun secara teratur dan dapat
dibuktikan kebenarannya secara metodik dan rasional yang dihasilkan dari
data-data eksperimental dan empiris, konsep-konsep sederhana, dan kaitan-kaitan
perceptual menjadi kaidah yang dapat menjeneralisasikan teori, kaidah, asas,
dan penjelasan menjadi konsepsi-konsepsi yang lebih luas cakupannya dan
system-sistem konseptual”
4.
Laubenfels
(1949) dalam bukunya Life Science, menyatakan sains adalah “Suatu
pengetahuan tentang asas-asas atau fakta-fakta dalam pencarian kebenaran yang
telah diklasifikasikan secara teratur”
5.
Sporn
(1970) dalam bukunya Technology, Engineering, and Economics menyatakan
sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang dapat dibuktikan secara
eksperimental, sistematis mengenai hubungan-hubungan antara fenomena kompleks
dunia fisik
Dari beberapa pendapat para ahli di atas. Dalam bahasa Indonesia, kata science
(berasal dari bahasa latin dari kata scio, scire yang berarti tahu)
umumnya di artikan ilmu, tetapi sering juga di artikan dengan ilmu
pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama.
Dari beberapa
pernyataan di atas dapat di ambil kesimpulan epistimology sains adalah salah
satu cabang filsafat yang mempelajari hakekat ilmu pengetahuan manusia serta
membicarakan pengetauan baik mengenai terjadinya, keabsahan, maupun kebenaran
pengetahuan.
B. Kegunaan Pengetahuan Sains
1. Kegunaan Sains
Apa kegunaan sains? Pertanyaan ini sama dengan, “Apa kegunaan
pengetahuan ilmiah?” karena sains (ilmu pengetahuan) isinya teori (ilmiah). Secara umum teori artinya pendapat yang beralasan. Alasan tersebut
bisa berupa argumen logis. Adapun teori sains harus berdasarkan argumen logis
yang empiris.[11]
Pengetahuan
sains adalah pengetahuan rasional yang didukung bukti empiris. Pengetahuan
sains itu mempunyai paradigma dan metode tertentu. Paradigmanya disebut
paradigma sains scientific paradigma dan metodenya disebut metode ilmiah
sains scientific method. Formula utama dalam pengetahuan sains adalah
buktikan bahwa itu rasional dan tunjukan bukti empirisnya.[12]
Untuk
memperoleh pengetahuan sains yang benar harus melakukan langkah
logico-hypothetico-verificatif yaitu membuktikan bahwa itu logis, ajukan
hipotesis dan melakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris serta
menerapkan metode induktif dan metode deduktif.12
Ilmu sains atau struktur sains dibagi tiga yaitu sains eksplanasi, sebagai alat
peramal, dan sebagai alat kontrol.
a. Sains sebagai alat eksplanasi
(memberikan penjelasan)
Berbagai ilmu yang berkembang dewasa ini, secara umum
berfungsi sebagai alat untuk membuat eksplanasi (penjelasan) kenyataan yang ada. Menurut
T. Jacob yang dikutip Ahmad Tafsir, “sains merupakan suatu system
eksplanasi yang paling dapat diandalkan dibandingkan system lain dalam memahami
masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan.”[13]
b. Sains sebagai alat peramal
(prediksi)
Ketika membuat eksplanasi, ilmuwan telah mengetahui faktor
penyebab gejala tersebut. Dengan menganalisis faktor dan gejala yang muncul,
ilmuwan dapat melakukan ramalan atau diagnosis berdasarkan latar belakang
keilmuannya. Dalam hal ini ramalan yang dimaksud, berbeda dengan ramalan
seorang dukun[14].
c. Sains sebagai alat pengontrol
Eksplanasi sebagai bahan membuat prediksi dan control.
Ilmuwan, selain mampu membuat ramalan/prediksi berdasarkan eksplanasi gejala
awal, juga dapat membuat control. Menurut Ahmad Tafsir, perbedaan prediksi dan
control adalah prediksi bersifat pasif, sedangkan control bersifat aktif.[15]
Kegunaan
sains adalah sebagai alat untuk menjelaskan, meramal atau prediksi, dan sebagai
alat kontrol. Sedangkan cara sains menyelesaikan masalah adalah
mengidentifikasi masalah, mencari teori tentang sebab-sebab masalah tersebut,
mencari teori kembali untuk memperbaiki masalah tersebut.
2. Manfaat Sains
Menurut
Liang Gie (1984), dengan berkembangnya sains, manusia dapat terus mencari dan
mengetahui sains sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya karena sains bermanfaat
untuk:15
a. Mengungkap suatu kebenaran (truth)
b. Menambah pengetahuan (knowledge) agar lebih terampil dalam
mengarungi bahtera hidup
c. Meningkatkan pemahaman (understanding, comprehension, insight)
terhadap gejala alam
d.
Menjelaskan (explanation) proses sebab akibat dari suatu kejadian
e. Memperkirakan (prediction) suatu kejadian yang akan terjadi
f. Mengendalikan (control) alam agar sesuai dengan diharapkan
g. Menerapkan (application) suatu kaidah alam
h. Menghasilkan (production) sesuatu yang berguna untuk kehidupan umat manusia masa
kini dan masa datang
C. Penjelasan
Tentang Ilmu Pengetahuan (Pengetahuan Ilmiah)
Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang mempunyai system dan metode
tertentu, yang selanjutnya disebut ilmu pengetahuan. Salah satu objek
pengetahuan adalah ilmu pengetahuan ilmiah yang kemudian disebut science.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri dan syarat
tertentu, seperti sistematik, rasional, empiris, universal, dan kumulatif. Ilmu
pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan
metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat di uji ataupun
diverifikasi kebenarannya. Untuk lebih jelas, akan dibahas sebagai berikut.16
1. Objek Ilmu Pengetahuan
Pada dasarnya, ilmu pengetahuan adalah alam dan manusia. Ilmu pengetahuan
dibedakan atau ditentukan berdasarkan oleh objeknya. Ada dua macam objek ilmu
pengetahuan, yaitu objek materia dan objek forma. Objek materia (material
object) ilmu pengetahuan adalah seluruh lapangan bahasan yang dijadikan objek
penyelidikan ilmu pengetahuan. Adapun objek forma ilmu pengetahuan adalah objek
materia yang jadi fokus suatu ilmu. Dengan demikian, hal yang membedakan ilmu
pengetahuan yang satu dan lainnya adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai objek
materia yang sama. Apabila kebetulan objek materianya sama, yang membedakan
adalah objek formanya, yaitu sudut pandang tertentu yang menentukan jenis ilmu
pengetahuan.
2. Metode dalam Ilmu Pengetahuan
Tujuan ilmu pengetahuan adalah mencapai kebenaran. Cara atau jalan yang
dilalui itu bergantung pada sifat ilmu itu sendiri, apakah ilmu pengetahuan
alam atau ilmu pengetahuan sosial. Francis Bacon (1561-1626) menegaskan
bahwa : pengetahuan adalah kuasa, pengetahuan itu diperoleh melalui
pengamatan alam dengan metode induktif yang sistematis. Para ahli kemudian
merumuskan beberapa langkah, kaitannya dengan data, yang lazim dikenal dengan
metode ilmiah, yaitu sebagai berikut:
a. Pengumpulan (koleksi)
b. Pengamatan (observasi)
c. Pemilihan (seleksi)
d. Penggolongan (klasifikasi)
e. Penafsiran (interpretasi)
f. Penarikan kesimpulan umum (generalisasi)
g. Perumusan hipotesis
h. Pengujian (verivikasi) terhadap hipotesis
melalui riset, empiris dan eksperimen
i. Penilaian (evaluasi) menerima atau menolak,
menambah, atau mengubah hipotesis
j. Perumusan teori ilmu pengetahuan
k. Perumusan hukum ilmu pengetahuan
Istilah sains digunakan untuk menjelaskan kerangka dari
sistematika pengetahuan, temasuk didalamnya tentang hipotesis-hipotesis,
teori-teori dan hukum yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan dari tahun ke
tahun. Bagi sejumlah orang istilah sains digunakan untuk menentukan suatu
metode untuk memperoleh pengetahuan yang objektif dan dapat diuji kebenarannya.
Secara praktis penggunaan istilah sains adalah sinonim dengan metode
ilmiah.
D. Cara
Memperoleh Pengetahuan Dengan Metode Ilmiah
Metode
ilmiah merupakan salah satu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Metode
ilmiah dianggap merupakan metode terbaik untuk mendaptkan pengetahuan karena
metode ini menggunakan pendekatan yang sistematis, objektif, terkontrol, dan
dapat di uji, melalui metode induktif ataupun deduktif. Beberapa metode lain
yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan selain metode ilmiah adalah melalui
intuisi, rasionalisme, dan empiris.17
TABEL 2.1
Beberapa perbedaan metode ilmiah dengan non-ilmiah
Aspek
|
Non-Ilmiah
|
Ilmiah
|
Pendekatan masalah
|
Intuitif
|
Empiris
|
Konsep / Teori
|
Ambigu dengan arti yang berlebihan
|
Jelas, operasional, dan spesifik
|
Hipotesis
|
Tidak dapat dibuktikan
|
Dapat dibuktikan
|
Observasi gejala
|
Tidak terkontrol, seadanya
|
Sistematis, terkontrol
|
Alat ukur
|
Tidak akurat
|
Akurat, tepat, sesuai
|
Pengukuran
|
Tidak valid dan reliabel
|
Valid dan reliabel
|
Kontrol
|
Tidak ada
|
Selalu dilakukan
|
Pelaporan hasil penelitian
|
Bias, subjektif
|
Tidak bias, objektif
|
Sikap peneliti
|
Apa adanya
|
Kritis, skeptis, mencari bukti
|
Sifat penelitian
|
Tidak dapat di ulang
|
Dapat diulang18
|
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata
kunci dari metode ilmiah adalah empiris, teori yang jelas, operasional dan
spesifik, dapat dibuktikan, sistematis, alat ukur disesuaiakan, perhatian
terhadap validitas dan reliabilitas, objektif, sikap peneliti yang cenderung
kritis dan mencari pembuktian, dan dapat diulang.
Dalam buku logika materiil filsafat ilmu pengetahuan cara
menimba ilmu atau langkah-langkah dalam metode ilmiah yaitu19:
1.
Empiris, menekankan
bahwa setiap pernyataan harus dapat dibuktikan. Artinya ; suatu penjelasan
dianggap benar jika sesuai dengan pengalaman atau observasi. Secara sederhana,
empirisme selalu sesuai dengan kenyataan selalu dapat dialami dan di observasi.
Misalnya, pernyataan ‘‘langit mendung sebentar lagi akan
hujan’’. Pernyataan ini didasarkan pada yang dapat di observasi atau
dialami semua orang.
2. Teori
yang jelas, operasional, dan spesifik. Artinya, bahwa teori-teori yang digunakan haruslah jelas,
operasional (dapat di ukur dan spesifik). Misalnya, motivasi yang di
definisikan oleh Robbins sebagai proses yang menjelaskan intensitas,
arah, dan ketekunan seseorang untuk mencapai tujuannaya. Motivasi ini
dioperasionalisasi ke dalam lima dimensi (misalnya: kerja keras, orientasi masa
depan, tingkat cita-cita tinggi, ketekunan, usaha untuk maju). Kelima dimensi
ini dijelaskan lagi secara spesifik dalam bentuk indikator.
3. Hipotesis
yang dapat dibuktikan, artinya;
a.
Hipotesis (dugaan sementara) yang di ajukan oleh peneliti
harus dapat dibuktikan melalui suatu pengajuan hipotesis yang metode/tekniknya
disesuaikan dengan jenis penelitian, jenis data, dan berbagai aturan dalam
pengajuan hipotesis ilmiah.20
b.
Mengolah data (hasil) percobaan dengan
menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian
dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas
ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan
memberikan hasil yang sama).
c.
Menguji kesimpulan; Untuk meyakinkan kebenaran
hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji
senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum)
dan bahkan menjadi teori.21
4. Observasi
yang terkontrol,
artinya setiap tindakan observasi yang dilakukan terkontrol secara ketat dan
sistematis. Adanya control yang ketat ini meminimalisasi pengaruh variabel lain
(misalnya inteligensia) dengan cara memperhatikan homogenitas subjek penelitian
atau subjek diambil dengan karakteristik yang relative homogeny, baik dalam IQ,
usia, dan lain-lain.
5.
Alat ukur atau instrument yang
digunakan haruslah tepat. Instrument yang digunakan bisa berupa angket atau lembar
observasi, dan lain-lain.
6.
Perhatian
terhadap validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian ilmiah, validitas
dan reliabilitas merupakan persyaratan penelitian. Salah satu penelitian yang
mengalami kritikan karena aspek validitas dan reliabilitas ini
adalah penelitian mengenai Emotional Quotient oleh Golemon. Salah satu
ahli yang mengkritiknya adalah Stolzt (penggagas teori AQ/Adversity Quotient)
yang menganggap bahwa EQ tidak didasarkan pada standar pengukuran yang valid
dan metode yang jelas untuk mengukurnya.
7.
Bersikap
kritis, skeptic, dan mencari pembuktian. Dari sisi peneliti, sikap kritis,
skeptis, dan mencari pembuktian merupakan salah satu orientasi penelitian
ilmiah, artinya ; seorang peneliti tidak boleh menerima begitu saja
penjelasan dari hasil penelitian orang lain dan tetap mengembangkan berbagai
kemungkinan yang akan terjadi. Dengan demikian, metode ilmiah selalu terbuka
untuk menerima pendapat yang berbeda dan setiap pendapat terbuka untuk diuji
ulang (seperti keraguan Stolzt pada poin 6 diatas)
Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai
tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh
pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada. Metode yang berkaitan
dengan prosedural meliputi pengamatan, percobaan, pengukuran, survei, deduksi,
induksi, analisis, dan paling tidak enam macam komponen berikut : 22
1.
Masalah (problem)
Ada
tiga karakteristik yang harus dipenuhi untuk mewujudkan bahwa suatu masalah
bersifat scientific, yaitu communicability, the scientific attitude,
and the scientific method. Communicability berarti masalah, yaitu
sesuatu untuk dikomunikasikan/dicari jalan keluarnya. The scientific
attitude artinya, memenuhi karakteristik curiosity, speculativeness,
willingness to be objective, willingness to suspend judgement, and tentavity.
The scientific method berarti, masslah harus dapat diuji (testable).
a. Sikap (Attitude)
Karakteristik yang harus dipenuhi, antara lain:
1) Curiosity berarti adanya rasa ingin tahu
tentang bagaimana sesuatu itu ada, bagaimana sifatnya, fungsinya, dan bagaimana
sesuatu dihubungkan dengan sesuatu yang lain
2) Speculativeness. Saintis harus mempunyai usaha dan
hasrat untuk mencoba memecahkan masalah, melalui hipitesis-hipotesis yang di
usulakan
3) Willingness to be objective, hasrat dan usaha untuk bersikap dan
bertindak objektif merupakan hal yang penting bagi seorang saintis
4) Willingness to suspend judgement, berarti bahwa seorang saintis
dituntut bertindak sabar dalam mengadakan observasi, dan bersikap bijaksana
dalam menentukan kebijakan berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan karena apa
yang ditemukan masih serba tentative.23
b. Metode (Method)
Sifat
scientist method berkenaan dengan hipotesis yang kemudian diuji. Esensi sains
terletak pada metodenya. Sains sebagai teori merupakan sesuatu yang selalu
berubah. Berkenaan dengan sifat metode scientific, para saintis tidak selalu
memiliki ide yang “pasti” yang dapat ditunjukkan sebagai sesuatu yang absolute
atau abstrak.
c. Aktivitas (Activity)
Sains adalah suatu lahan yang
dikerjakan oleh para saintis, melalui scientific research, terdiri atas
dua aspek, yaitu individual dan sosial
d. Kesimpulan (Conclusions)
Sains
lebih sering dipahami sebagai a body of knowledge. Body dari
ide-ide ini merupakan sains itu sendiri. Kesimpulan yang merupakan pemahaman
yang dicapai sebagai hasil pemecahan masalah adalah tujuan dari sains yang
diakhiri dengan pembenaran dari sikap dan metode.
e.
Pengaruh (Influence)
Sebagian dari apa yang dihasilkan melalui sains pada
gilirannya memberi berbagai pengaruh.
Pertimbangannya dibatasi oleh dua penekanan, yaitu pertama
pengaruh ilmu terhadap ekologi, melalui applied science, dan kedua,
pengaruh terhadap atau dalam masyarakat serta membudayakannya menjadi berbagai
nilai. Cakupan ilmu pengetahuan adalah ilmu pengetahuan manusia dan masyarakat,
ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan ketuhanan. Oleh karena itu,
filsafat dan ilmu pengetahuan mempunyai objek penyelidikan yang sama, yaitu
manusia, alam dan Tuhan sang pencipta. Perbedaanya terletak pada kualitas sasaran
yang dituju, ilmu pengetahuan mempelajari jenis, bentuk, sifat, dan susunan
fisik menurut bagian tertentu secara terpisah-pisah.24
Ilmu pengetahuan menyelidiki manusia (antropologi), dan
penyelidikannya berhenti pada sifat-sifat fisik menurut jenis, bentuk, dan
susunan objek manusia itu. Karena sifat fisis manusia itu aktual dalam berbagai
wujud keadaan, antropologi cenderung mempunyai berbagai jenis cabang.
Kecenderungan pluralitas ilmu pengetahuan tersebut, jika terlepas dari ikatan
filsafat, niscaya akan terjadi pemisahan yang tajam antara yang satu dan yang
lain. Akan tetapi, dalam ikatan filsafat, pluralitas ilmu pengetahuan itu
justru menggelar eksistensinya yang semakin lengkap dan fungsional. Artinya,
setiap cabang ilmu pengetahuan saling berkorelasi secara kritis, kreatif dan
efektif demi kukuhnya ilmu pengetahuan
induk. Akan tetapi, jika masing-masing cabang tidak terkait hubungan seperti
itu, niscaya akan menghancurkan ilmu pengetahuan induknya. Jika ilmu
pengetahuan induk hancur, ilmu pengetahuan cabang pasti akan mudah terseret ke
dalam wujud berbagai tuntutan praktis-prakmatis yang semakin jauh dari
nilai-nilai ilmiah. Hal ini sangat membahayakan praktik pelaksanaan hidup
menusia dan masyarakat sehari-hari.25
Dengan demikian, setiap ilmu pengetahuan memperoleh nilai
ilmiah, universal dari filsafat, yaitu berupa wawasan atau pandangan yang
menyeluruh, luas, dan mendalam. Wawasan demikian sangat berguna bagi setiap
ilmu pengetahuan untuk selalu bersikap kritis terhadap lingkungan bidang
studinya, sehingga tujuan keilmuannya tetap menjadi pengaruh kegiatan
penyelidikannya. Oleh sebab itu, filsafat ilmu pengetahuan akan berkembang
secara metodologik, sistematik sehingga mampu menemukan kebenaran yang ilmiah.
Kebenaran ilmiah bersifat objektif dan universal.
Bersifat objektif, artinya kebenaran sebuah teori ilmiah (atau aksioma dan
paradigma) harus didukung oleh kenyataan objektif (fakta). Itu berarti,
kebenaran ilmiah tidak bersifat subjektif. Kebenaran ilmiah bersifat universal
sebab kebenaran ilmiah merupakan hasil konvensi dari para ilmuwan di bidangnya
masing-masing. Hanya dengan cara demikian, kebenaran ilmiah dapat
dipertahankan.
Hal ini mengandalkan pula bahwa tidak tertutup
kemungkinan suatu teori yang dianggap benar suatu waktu akan gugur oleh hasil
penemuan baru. Biasanya, dalam kasus seperti ini dilakukan penelitian ulang dan
pengkajian yang mendalam. Kalau penemuan baru (yang menolak kebenaran lama)
bisa dibuktikan kebenarannya, kebenaran lama harus ditinggalkan. Mengapa
kebenaran ilmiah bersifat relatif? Hal ini karena rasio manusia terbatas. Ilmu
dan teknologi, mengalami perkembangan tidak sekaligus final, tetapi tahap demi
tahap. Dengan demikian, metode dan kebenaran merupakan tujuan dari setiap
pengetahuan dan ilmu. Metode yang dituju
oleh ilmu adalah metode ilmiah. Dan kebenaran yang dituju dengan ilmu adalah
kebenaran ilmiah.26
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Epistemologi Sains adalah pengetahuan
sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan salah satu cabang filsafat yang
membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran
pengetahuan.
2.
Kegunaan Epistimology sains adalah a). Sebagai alat eksplanasi (memberikan
penjelasan), b). Sains
sebagai alat peramal (prediksi), c). Sains sebagai alat pengontrol
3.
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar
disusun dengan sistem dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal
dan dapat di uji ataupun diverifikasi kebenarannya. Untuk lebih jelas, akan
dibahas sebagai berikut: a. Objek Ilmu Pengetahuan b. Metode dalam Ilmu Pengetahuan, di antaranya:
a. Pengumpulan (koleksi)
b. Pengamatan (observasi)
c. Pemilihan (seleksi)
d. Penggolongan (klasifikasi)
e. Penafsiran (interpretasi)
f. Penarikan kesimpulan umum (generalisasi)
g. Perumusab hipotesis
h. Pengujian (verivikasi) terhadap hipotesis
melalui riset, empiris dan eksperimen
i. Penilaian (evaluasi) menerima atau menolak,
menambah, atau mengubah hipotesis
j. Perumusan teori ilmu pengetahuan
k.
Perumusan hukum ilmu pengetahuan
4.
Langkah-langkah dalam metode ilmiah yaitu: Empiris, Teori
yang jelas, Hipotesis yang dapat dibuktikan, Observasi
yang terkontrol, Alat ukur
atau instrument yang digunakan haruslah tepat, Perhatian terhadap validitas dan reliabilitas, Bersikap kritis, skeptic, dan mencari pembuktian.
B. SARAN
Epistimologi sains sebagaimana
disebutkan diatas, sangat penting dipahami guna melihat perkembangan keluasan
dari substansi yang dikaji dan telaah dalam filsafat. Selain itu, secara
teoritis, masih mungkin berkembang sejalan dengan mendalamnya pengkajian
terhadap objek materi filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar
Amsal. 2004. Filsafat ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hamdani. 2011. Filsafat
Sains. Bandung: pustaka setia
Jujun S.
Suriasumantri. 1998. Filsafat Ilmu Suatu Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan
Kementrian Agama RI. 2012. Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Surabaya: Lentera Optima Pustaka.
Sofyan
Ayi. 2010. Kapita Selekta Filsafat. Bandung: Pustaka Setia
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Ilmu. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya
Zaprulkhan. 2012. Filsafat Umum
Sebuah Pendekatan Tematik. Jakarta: Raja Grafindo
Zubaedi, dkk. 2010. Filsafat
Barat Dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Khun.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
http://idris.myblogrepublika.com/epistemologi-filsafat-pengetahuan/2010
[2] [669] Maksudnya: Allah menjadikan semua yang
disebutkan itu bukanlah dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah
[3] Kementrian Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahannya,
Yunus(10):5, Lentera Optima Pustaka, Surabaya, 2012, hlm 209
15 Hamdani, Filsafat Sains, Bandung: Pustaka Setia, 2011, hlm
173-174
17 http://teorionline.wordpress.com
19 Suriasumantri, Jujun S., Filsafat
Ilmu Suatu Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan, 1998, hlm
163-164
20 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta : Bumi Aksara, 2007,
hlm 55-58
22 Hamdani, Filsafat Sains, Bandung, pustaka setia, 2011, hlm
195
23 Ibid, hlm 196
24 suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Bumi
Aksara, 2007, hlm 118-119
25 Ibid, Hamdani, Filsafat Sains, Bandung, pustaka setia,
2011, hlm 197
Tidak ada komentar:
Posting Komentar