Rabu, 08 April 2015

(MAKALAH FILSAFAT ILMU KEAGAMAAN)



MAKALAH
REVOLUSI PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
Oleh : Ach Syaikhu
A.    Pendahuluan        
Berbicara soal revolusi perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan untuk memperbincangkan proses perkembangan pola pikir manusia, dari sini akan dapat diketahui tahapan tahapan pemikiran manusia dari berfikir yang amat sederhana sampai berfikir modern dengan diketahuinya tahapan proses perkembangan pola pikir manusia maka tahapan tahapan perkembangan ilmu pengetahuan juga dapat diketahui dengan jelas, sebab antara perkembangan pola pikir manusia dengan perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahakan ibarat dua mata pisau yang saling keterkaitan. Terjadinya revolusi ilmu pengetahuan akibat terjadinya proses perkembangan pola pikir manusia, terjadinya pemikiran modern pada manusia karena majunya ilmu pengetahuan.
Pemikiran manusia selalu berkembang terus sesuai dengan kepuasan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini terjadi karena manusia tergolong makhluk yang berakal. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Yusuf yang mengatakan bahwa, manusia umumnya dikonsepkan sebagai hewan yang berfikir (hayawᾰn nᾰtiq). Daya berfikir, yang dalam falsafah Islam dikatakan sebagai salah satu daya yang dipunyai oleh roh, disebut akal. Akal dipandang sebagai esensi manusia[1]. Hal tersebut dijelaskan dalam al-qur’an surat At Tiin ayat 4, yang artinya :
“ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya”[2].
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa manusia diciptakan Allah sebaik baik makhluk karana manusia diberi akal. Akal manusia menurut Hakim dan Soebani adalah merupakan kecakapan untuk menciptakan alat kerja bagi dirinya dan secara bebas mengubah-ubah pembuatan alat kerja itu. Akal mencapkan manusia menyadarkan diri akan kepentingan individu[3]. Dari tiga dasar tersebut di atas pada diri manusia selalu muncul perasaan yaitu rasa ingin tahu. Dengan rasa ingin tahu manusia yang terus berkembang dan seolah olah tanpa batas maka manusia akan mendapatkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Pada awal peradaban manusia terjadi keterbatasan pengetahuan yang disebabkan oleh keterbatasan pengindraan, baik langsung maupun dengan alat, keterbatasan penalaran manusia pada saat itu untuk memuaskan hasrat ingin tau maka manusia pada saat itu berfikir sederhana, berfikir model inilah yang disebut mitos.
Pola pikir sederhana ini pada awalnya sudah cukup memberikan kepuasaan kepada manusia, seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan maka manusia mulai bingung lagi dalam memenuhi kepuasan hidup, manusia mulai berusaha lagi untuk membongkar rahasia alam. Mawardi dan Hidayati mengatakan bahwa, masyarakat dahulu dapat menerima mitos karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan pemikiranya, sedangkan hasrat ingin tahunya berkembang terus. Itulah sebabnya mitos merupakan jawaban yang paling memuaskan pada masa itu. Puncak hasil pemikiran ini terjadi pada zaman Babylonia yaitu kira-kira tahun 700 – 600 SM[4].
Dalam menggambarkan terjadinya kreatifitas pimikiran manusia dalam bingkai filsafat,  shifting paradigms (perubahan pemikiran) adalah sebuah istilah yang pas untuk diungkapkan. Shifting paradigms merupakan reaksi ide yang merangsang timbulnya ide ide yang lain, yang terjadi terus menerus, sambung menyambung, baik dari manusia yang sama maupun pada manusia yang berbeda, reaksi yang berkesinambungan pada giliranya memunculkan kekuatan yang dapat merubah  tatanan dunia serta peradaban manusia ke arah sebuah kemajuan. Setelah proses shifting paradigms berkembang cepat maka muncullah ilmuan-ilmuan dengan berbagai disiplin ilmu, dari sinilah terlihat bahwa pemikiran manusia semakin maju.
Kecondongan para ilmuan untuk menikmati ilmu pengetahuan yang dirumuskan bersama dengan paradigmanya, membuat rasa ingin tahu yang mendalam oleh sebagian ilmuan lainya, seperti yang dialami oleh Thomas Samuel Kuhn. Ia melihat adanya ketidak pedulian terhadap sesuatu yang ada dibalik ilmu pengetahuan itu. Di satu pihak masyarakat hanya menikmati ilmu pengetahuan dalam kontek praktis, di sisi lain para ilmuan menerapkan penelitian dan ekperimenya dengan kadar persepsinya terhadap alam yang menurutnya sudah tepat. Kedua sikap tersebut menuntunya untuk melakukan sebuah upaya mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan berkembang tidak lepas dari paradigma ilmuan. Maka Thomas Samual Kuhn ingin mencetuskan apa yang ia sebut sebagai revolusi ilmu pengetahuan (science revolution). Dalam tulisan ini kami akan menyuguhkan apa yang dimaksud dengan  revolusi ilmu pengetahuan dalam perspektif Thomas Samual Kuhn serta revolusi dalam wacana pendidikan. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan Paradigma Revolusi Ilmu Pengetahuan (Sains)?
2.      Bagaimana Paradigma Revolusi Ilmu Pengetahuan(sains) dalam perspektif Thomas S Kuhn dan Revolusi wacana Pendidikan?


B.     Pembahasan.
1.      Paradigma Revolusi Ilmu Pengetahuan (Sains)
a.       Pengertian Revolusi
Batasan pengertian revolusi bisa diartikan sebuah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu. Ia bisa dijalankan dengan bentuk kekerasan ataupun tidak. Ukuran kecapatan suatu perubahan sebenarnya relative karena revolusi pun dapat memakan waktu lama, misal revolusi industry di Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap cepat karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat seperti system kekeluargaan dan hubungan antara buruh dan majikan yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sitem lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru[5].
Secara umum,  revolusi mencakup jenis perubahan apapun yang memenuhi syarat- syarat tersebut. Misalnya revolusi Perancis yang mengubah wajah dunia menjadi modern. Sejarah modern mencatat dan mengambil rujukan revolusi mula-mula revolusi Perancis, kemudian revolusi Amereka. Namun, revolusi Amereka lebih merupakan sebuah pemberontakan untuk mendapatkan kemerdekaan nasional, ketimbang sebuah revolusi masyarakat yang bersifat domestik seperti revolusi Perancis. Begitu juga dengan revolusi pada kasus perang kemerdekaan Vietnam dan Indonesia. Maka konsep revolusi kemudian sering dipilih menjadi dua : revolusi social dan revolusi nasional[6].
Perubahan yang dihasilkan dari revolusi tidak selamanya persoalan yang bersifat sosial dan politik, melainkan persoalan ilmu pengetahuan juga pernah menjadi pembahasan dan realisasi dalam dialektika sejarah para pakar keilmuan juga termasuk di dalamya ilmu pengetahuan agama, sehingga terjadi perkembangan aliran-aliran pemikiran pada setiap agama, munculnya aliran baru pada setiap agama bisa dikatakan sebagai revolusi. Dalam sejarah Islam ada periode yang disebut modern. Badri Yatim mengatakan, pada periode ini memang merupakan zaman kebangkitan kembali Islam, setelah mengalami kemunduran diperiode pertengahan. Pada periode ini mulai bermunculan pimikiran pembaharuan dalam Islam. Gerakan pembaharuan itu paling tidak muncul karena dua hal. Pertama, timbulnya kesadaran dikalangan ulama bahwa banyak ajaran-ajaran “asing” yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam. Ajaran-ajaran itu bertentangan dengan semangat ajaran Islam yang sebenarnya seperti bid’ah, khurofat, dan takhayul. Ajaran inilah,  menurut mereka, yang membawa Islam menjadi mundur. Oleh karena itu, mereka bangkit untuk membersihkan Islam dari ajaran atau faham seperti itu. Gerakan ini dikenal sebagai gerakan reformasi. Kedua, pada periode ini barat mendominasi dunia dibidang politik dan peradaban, persentuhan dengan barat menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan ketinggalan mereka. Karena itu mereka berusaha bangkit dengan mencontoh  barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan balance of power[7]. Dua gerakan dalam proses pembaharuan Islam ini bisa disebut revolusi ilmu pengetahuan agama dalam Islam.
b.      Paradigma Revolusi Ilmu Pengetahuan.
Munculnya revolusi sains karena terjadi suatu penyimpangan yang sering disebut anomali dalam riset ilmiah disertai munculnya persoalan yang tidak bisa diselesaikan dengan paradigma yang menjadi referensi riset. Lalu para ilmuan sambil menggunakan paradigma lama dengan memperluas mengembangkan paradigma baru sebagai tandingan untuk memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Jika ini terjadi,  maka lahirlah revolusi sains.
Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-kumulatif, di mana paradigma lama diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang bertentangan. Transformasi-transformasi paradigma yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainya melalui revolusi. Adalah pola perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang. Jalan revolusi sains menuju sains normal bukanlah jalan bebas hambatan[8].
Di antara para ilmuan tidak mesti mau menerima paradigma baru sebagian juga menolaknya hal ini menjadikan masalah tersendiri. Dalam penentuan paradigma tidak ada barometer  standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Harus ada kemampuan untuk mengamati terhadap sifat dan dampak logika juga teknik-teknik argumentasi persuasive yang efektif di dalam kelompok guna membentuk masyarakat sains. Oleh karena itu permasalahan paradigma sebagai dampak pada proses revolusi sains, hanya sebuah kesepakatan yang sangat ditentukan oleh kalangan masyarakat sains itu sendiri, semakin paradigma baru diteriama oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains semakin nampak eksistensinya.
Ketika revolusi ilmu pengetahuan berlangsung, para ilmuan melihat sesuatu yang baru dan berbeda dengan apa yang pernah mereka lihat seperti ketika menggunakan instrumen-instrumen dan obyek dalam melakukan riset. Selanjutnya para ilmuan tidak mau menerima paradigma baru sebagai landasan risetnya, dan tetap bertahan untuk menggunakan paradigma yang telah dibongkar serta tidak mendapat dukungan dari mayoritas masyarakat sains, maka hasil risetnya tidak ada gunanya sama sekali.
2.      Paradigma Revolusi Ilmu Pengetahuan (sains) dalam Perspektif Thomas S Kuhn dan wacana pendidikan
a.       Paradigma Revolusi Ilmu Pengetahuan (Sains) dalam Perspektif Kunh.
Untuk mengetahui  dan bisa memahami pemikiran Thomas Samuel Khun,  perlu mengenal lebih jauh siapa Thomas Samuel Khun. Ia (18 Juli 1922 – 17 Juni 1996) lahir di Cincinnati, Ohio.  Ia adalah seorang  Fisikawan Amerika dan filusuf yang menulis secara ekstensif tentang sejarah ilmu pengetahuan dan mengembangkan gagasan beberapa penting  dalam sosiologi dan filsafat ilmu. Thomas Kuhn memperoleh gelar BS dalam fisika di Universitas Harvard tahun 1943. Kemudian ia menyelesaikan MS dan Ph.D. Jurusan Fisika pada tahun 1946 dan 1949. Sebagaimana ia menyatakan dalam beberapa halaman pertama dari kata pendahuluan untuk edisi kedua dari The Structure of Scientific Revolutions, tiga tahun mendapat bebas akademik sebagai Junior Fellow Harvard membuat dia untuk beralih dari fisika ke dalam sejarah (dan filsafat) ilmu pengetahuan.  Sejak tahun 1948 sampai 1956 atas saran presiden universitas James Conant, dia kemudian mengajar kursus dalam sejarah ilmu di Harvard. Kemudian setelah meninggalkan Harvard. Kuhn mengajar di University of California, Berkeley , di departemen filsafat dan departemen sejarah, sebagai Profesor Sejarah Ilmu Pengetahuan di 1961. Di Berkeley, ia menulis dan menerbitkan (1962) karyanya paling dikenal dan paling berpengaruh:[9] The Structure of Scientific Revolutions . Pada tahun 1964, ia bergabung Princeton University sebagai Profesor Taylor M. Pyne Filsafat dan Sejarah Ilmu Pengetahuan. Pada tahun 1979, ia bergabung dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT) sebagai Laurance Rockefeller S. Profesor Filsafat, yang tersisa di sana sampai 1991. Thomas Samual Kuhn diwawancarai dan direkam fisikawan Denmark Niels Bohr hari sebelum kematian Bohr. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnosa menderita kanker dari tabung bronkial , di mana ia meninggal pada tahun 1996[10].
Konsep sentral Kuhn adalah apa yang dinamakan paradigma. Istilah ini tidak dijelaskan secara konsisten, sehingga dalam berbagai keteranganya sering berubah konteks dan arti. Pemilihan kata ini erat kaitanya dengan sains normal, yang oleh Kuhn dimaksudkan untuk mengemukakan bahwa beberapa contoh praktik ilmiah nyata yang diterima (yaitu contoh- contoh yang bersama-sama mencakup dalil, teori, penerapan dan instrumentasi) menyajikan model-model yang melahirkan tradisi-tradisi padu tertentu dari riset ilmiah. Atau ia dimaksudkan sebagai kerangka refrensi yang mendasari sejumlah teori maupun praktik praktik ilmiah dalam periode tertentu[11].
Thomas Samual Kuhn menyatakan bahwa ilmuan bukanlah para penjelajah berwatak pemberani yang menemukan kebenaran-kebenaran baru. Mereka lebih mirip para pemecah teka teki yang bekerja didalam pandangan dunia yang sudah mapan. Ilmu bukan merupakan untuk menemukan obyektifitas dan kebenaran, melainkan lebih menyerupai upaya pemecahan masalah didalam pola-pola keyakinan yang lebih berlaku[12].
Selanjutnya Thomas Samual Kuhn mempertegas bahwa perkembangan sains terjadi karena adanya paradigma yang lebih baru dan lebih maju dalam hal revolusi sains. Proses perkembangan tersebut adalah revolusi dari permulaan yang asli; yaitu suatu proses dimana tingkatan-tingkatanya ditandai oleh pemahaman terhadap alam yang semakin detail dan canggih[13].
Khun’s paradigma concept continued to be criticized, especially by historians and philosophers of science. Interestingly, especially to khun, those outside the discipline of the history and philosophy of science were more receptive to structure.
Konsep paradigma khun berlanjut menjadi kritikan terutama oleh para sejarawan dan para filosofis ilmu. Ketertarikan utama pada khun diluar disiplin sejarah dan filsafat ilmu yang lebih menerima konsep matang.
Dari uraian apa yang dinyatakan oleh Thomas Samual Kuhn  menjadi dasar proses terjadinya revolusi ilmu pengetahuan  yang pada giliranya muncul paradigma-paradigma baru yang menganti posisi paradigma lama dari sebagian paradikma atau keseluruhan paradigma lama. Proses inilah yang dibut revolusi ilmu pengetahuan.
b.      Revolusi Ilmu Pengetahuan dalam Kontek Wacana Pendidikan.
Pengertian revolusi ilmu pengetahuan dalam kontek wacana pendidikan tidak berarti kita akan membahas persoalan pendidikan secara makro misal sistem kelembagaan secara luas, akan tetapi kami akan membahas persoalan pendidikan yang berfokus pada teori belajar dengan mengambil inspirasi pada paradigma revolusi ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma identik dengan “skema” dalam teori belajar. Skema adalah suatu struktur mental atau kognisi yang denganya seseorang secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema ini akan beradaptasi dan berubah seiring perkembangan mental anak. Perubahan sekema ini bisa mengambil bentuk asimilasi atau akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang denganya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada didalam pikiranya.
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru baik yang tidak sesuai dengan skema yang ada (data anomali), adakalanya seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang ia miliki. Pengalaman yang baru ini bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan paradigma yang ada. Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan mengadakan akomodasi, yaitu membentuk skema baru yang dapat sesuai dengan rangsangan yang baru, atau modifikasi skema yang ada sehingga sesuai dengan data anomali itu. Inilah yang disebut revolusi skema[14].
C.     Kesimpulan.
Dalam membahas revolusi sains tidak lepas dengan sebuah bahan sejarah perkembangan pola pikir manusia. Perkembangan pola pikir manusia bisa diketahui sebagai proses terjadinya revolusi ilmu pengetahuan.
Revolusi bisa diartikan sebagai suatu perubahan sosial yang bisa terjadi karena direncanakan atau tidak direncanakan, dan juga bisa dilaksanakan dengan bentuk kekerasan. Perubahan yang dihasilkan revolusi tidak mesti bersifat sosial dan politik. Melainkan terjadi juga dalam ilmu pengetahuan, selanjutnya disebut revolusi ilmu pengetahuan.
Revolusi Ilmu pengetahuan adalah sesuatu proses pergantian paradigma ke paradigma baru. Baik sebagian atau keseluruhan dari paradigma. Hasil revolusi akan eksis jika mendapat banyak dukungan dari masyarakat ilmuan.
Dalam perspektif Thomas S Kuhn ilmuan adalah sesorang yang berupaya untuk memecahkan masalah didalam pola-pola keyakinan yang lebih berlaku bukan sekedar menemukan kebenaran-kebenaran baru. Dan perkembangan ilmu pengetahuan karena adanya paradigma baru yang lebih maju, sehingga muncul proses revolusi ilmu pengetahuan.
Revolusi ilmu pengetahuan dalam hubunganya dengan pendidikan adalah hanya membahas  persoalan pendidkan terkait dengan teori-teori belajar dengan inspirasi pada kejadian revolusi ilmu pengetahuan.
 DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahan, 1978 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsiran Al-Qur’an, Departemen Agama RI. Jakarta
Berger, Peter L. 1991. Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial. Jakarta : LP3ES.
Burung , Alexander. 2004.Thomas Kuhn , Stanford Encyclopedia of Philosophy.
Hakim, Atang Abdul dan Beni Saebani. 2008 .Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi,  Cet-1, Bandung: Pustaka Setia
Henry, D. Aiken. 2002. Abad Ideologi,terj. The Age of Ideologi, penj. Sigit Jatmiko,Yogyakarta : Kembang Budaya.
Hikam, Muhammad A. S. 2000. Islam Demokrasi dan Pemberdayaan Civil Society. Jakarta : Erlangga.
Kuhn, Thomas S. 1970. The Structure of Scientific Revolutions, (Chicago: The University of Chicago Press).
Kuhn, Thomas.  1993. Peran Paradigm Dalam Revolusi Sains, terj dari The Structure of Scientific Revolutions. Bandung: CV Remaja Karya.
Mawardi dan Nur Hidayati. 2000. IAD-ISD-IBD. CV Pustaka Setia. Bandung.
Yatim, Badri. 1995. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yusuf,  Yunan. 2003. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar : Sebuah Telaah atas Pemikiran Hamka Dalam Teologi Islam. Cet II. Jakarta : Penerbit Penamadani.

http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi diaksespada tanggal 22 Maret 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Kuhn diakses pada tanggal 22 Maret 2015


[1] Yunani Yusuf. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar : Sebuah Telaah atas Pemikiran Hamka Dalam Teologi Islam. Cet II. Penerbit Penamadani. Jakarta. 2003. Hlm 123
[2] Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahan,Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsiran Al-Qur’an, Departemen Agama RI. Jakarta,1978
[3] Atang Abdul Hakim dan Beni Saebani, Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi,  Cet-1, Bandung: Pustaka Setia, 2008 hlm 296
[4]Mawardi dan Nur Hidayati. IAD-ISD-IBD. CV Pustaka Setia. Bandung. 2000.
[5] Revolusi. http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi diaksespada tanggal 22 Maret 2015
[6] Ibid
[7] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995 Hlm 173-174
[8] Henry, D. Aiken, Abad Ideologi,terj. The Age of Ideologi, penj. Sigit Jatmiko,Yogyakarta : Kembang Budaya, 2002.
[9] Alexander Burung Thomas Kuhn , Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2004.
[10] http://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Kuhn diakses pada tanggal 22 Maret 2015
[11] Muhammad A. S. Hikam, , Islam Demokrasi dan Pemberdayaan Civil Society,2000. Jakarta, Erlangga.
[12] Thomas Kuhn, peran paradigm dalam revolusi sains, terj dari The Structure of Scientific Revolutions. Bandung: CV Remaja Karya. 1993. Hlm 35-41
[13] Thomas S.Kuhn,The Structure of Scientific Revolutions, (Chicago: The University of Chicago Press, 1970),Hlm 170-171
[14] Berger, Peter L. Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial. Jakarta: LP3ES. 1991

Tidak ada komentar:

Posting Komentar