Selasa, 10 Maret 2015

WAWASAN PLURALISTIK DAN MULTIKULTURALISTIK SEBAGAI KONSEP PENGUATAN DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)

oleh : Rizqiyah Ratu Balqis

Abstrak
Negara Indonesia adalah sebuah Negara yang terdiri dari beraneka ragam masyarakat, suku bangsa, etnis dan agama. Hal tersebut kemungkinan besar akan menimbulkan konflik dan perpecahan. Untuk menghindari hal tersebut di atas, negara Indonesia berbentuk negara kesatuan. Bentuk negara kesatuan ini sudah final sebagaimana termaktub dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik” (Sekretariat Negara RI, 2003).
Filosofi konsep ini adalah dari sebuah pandangan pluralistik dan multikulturalistik. Karena implikasi pluralistik dan multikulturalistik  akan dapat menyatukan sebuah perbedaan, dengan demikian, pengetahuan dan konsep dasar tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia harus diwujudkan kepada masyarakat, agar seluruh masyarakat Indonesia dapat mensikapi secara arif dalam memandang perbedaan-perbedaan yang ada.dengan demikian, perbedaan tidak menjadi sebuah kelemahan yang menimbulkan konflik justru perbedaan menjadi sebuauh kekuatan untuk membangun sebuah negara yang bermartabat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Key Word : Wawasan, Pluralistik dam Multikulturalistik, Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

PENDAHULUAN
            Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sudah final, hal ini termaktub dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Ayat 2 “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh majlis permusyawaratan rakyat (Sekretariat Negara RI, 2003).
            Konsep dasar ini akan menjadi tidak ada arti jika seluruh anak bangsa Indonesia tidak memiliki wawasan pluralistic dan multikulturalistik baik secara kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan demikian sangat penting sebuah penanaman wawasan kebangsaan Indonesia yang didasari oleh sebuah konsep dasar yaitu pluralistik dan multikulturalistik secara benar, karena bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, agama, bahasa dan budaya.
            Model pemahaman seperti ini harus sampai kepada akar rumput rakyat Indonesia secara total dan koprehensif, sehingga seluruh anak bangsa di nusantara ini akan mengerti benar tentang Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara, Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai konstitusi Negara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk Negara.
            Jika hal ini diabaikan, maka akan menjadi presiden buruk terhadap kelangsungan keutuhan kesatuan bangsa yang didasari dengan Undang Undang Dasar 1945

A.      Pengertian Pluralistik dan Multikulturalistik
Pluralistik berasal dari kata plural yang artinya banyak, maka pluralistik berarti sifat atau kualitas yang menggambarkan keanekaragaman; suatu pengakuan bahwa alam semesta dalam keanekaragaman (Soeprapto, 2013). Pluralistic adalah setiap masyarakat di mana warga dapat secara legal dan public memiliki pandangan beberapa etika yang saling bersaing dan diperbolehkan untuk memilih  apa yang telah diyakini. Dengan tidak merendahkan bahkan menyalahkan keyakinan orang / kelompok lain dan dilarang keras melakukan pemaksaan untuk mengikuti keyakinanya.
Pluralistic berbeda dengan pluralism, pluralism adalah sebuah faham khusus yang bersinggungan dengan ranah agama dan menjadi bagian dari kajian agama. Secara terminology, kata plural berarti menunjukkan arti jamak. Ketika kata plural diberi embel embel “isme”, maka ia akan berubah menjadi sebuah paham yang memiliki arti jauh berbeda dengan istilah kata sebelum (plural). Kalau ditinjau dari segi etimologi, kata pluralism memiliki arti sebagai sebuah paham yang menganggap semua agama yang ada di bumi ini adalah benar dan memiliki kedudukan yang sama.
Contoh pluralistic : Pada waktu itu imperium Islam membolehkan agama non Islam untuk tinggal dan menetap dalam kawasan teritorial Islam. Bahkan mereka mendapat perlakuan yang sama dengan umat Islam yang lain. Baik dari segi kesejahteraan, keadilan dan keamanan. Semuanya dijamin oleh imperium Islam yang berkuasa pada waktu itu. Robert N. Bellah, dalam Beyond Belief, bahkan menyebutkan terlalu modern untuk ukuran zamannya, menjadi umat yang satu (ummah wahidah) sebagaimana diundangkan Rasulullah SAW dalam teks “Piagam Madinah”. Dari contoh tersebut dapat memberikan pemahaman mengenai pluralistic bahwa manusia manusia dalam konteks bermasyarakat dan bernegara mempunyai status hokum yang sama. Artinya tiap manusia mempunyai hak yang sama baik dalam sosial, agama dalam kehidupan bernegara.
Bangsa Indonesia adalah Negara yang pluralistik yakni terdiri dari beranekaragam suku bangsa, budaya, etnik, bahasa, dan sebagainya. Pluralistik bukan berarti pluralisme, pluralisme adalah suatu paham yang mengatakan bahwa realitas terdiri dari banyak subtansi, akan tetapi masing-masing subtansi dibiarkan dalam keberadaan tanpa peduli adanya common denominator pada keanekaragaman tersebut. Masing-masing entitas berdiri sendiri tidak terikat satu sama lain. Sehingga tidak perlu adanya substansi pengganti yang mensubstitusi berbagai entitas tersebut.
Multikurtural adalah keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang bersifat majemuk atau beragam dalam kesukuan bangsaan atau etnisita yang menerima dan menghargai keanekaragaman yang tentu sudah mengandung perbedaan-perbedaan didalamnya (Vipers, 2012).
Multikultural erat kaitannya dengan pluralistik, hal itu disebabkan multikultural tidak dapat terjadi pada masyarakat yang homogen, yakni masyarakat yang memiliki identitas ras atau etnis yang sama. Multikultural menginginkan suatu penghargaan dan penilaian terhadap budaya orang lain serta merupakan sebuah ideologi yang mmengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002).
B.       Implikasi Pluralistik dan Multikulturalistik dalam Masyarakat Indonesia
Pluralistik dan Multikulturalistik adalah keanekaragaman yang terjadi di masyarakat Indonesia, baik dari segi budaya, agama, bahasa dan lain sebagainya, keaneragaman itu menjadi aset bangsa yang tidak ternilai harganya. Akan tetapi disisi lain keanekaragaman itu sering kali menjadi pemicu terjadinya konflik serta menimbulkan rasa curiga antara golongan yang satu dengan yang lainnya, dalam hal ini keanekaragaman budaya tidak lagi menjadi sebuah keunikan dan aset yang berharga, akan tetapi akan menjadi hal yang dapat menimbulkan perpecahan antar golongan beragama, ras, dan budaya. Hal itu dapat terjadi karena :
1.         Menganggap paling baik golongan sendiri dan memandang rendah golongan lain.
Fanatisme sering kali muncul dalam setiap golongan. Disuatu sisi fanatisme dibutuhkan untuk kepentingan dan persatuan dalam golongan itu. orang yang fanatik akan senantiasa bersungguh-sungguh dan giat dalam memperjuangkan golongannya. Akan tetapi kefanatikan merekalah yang akan menyebabkan mereka sulit untuk menghargai golongan lain. Dalam hal ini fanatisme akan melahirkan suatu paham yang hanya akan mementingkan golongannya sendiri, seperti chauvinisme, etnosentrisme, dan sebagainya. Mereka akan mempunyai rasa cinta pada golongannya dengan berlebih-lebihan. Sikap membanggakan diri inilah yang menyebabkan golongan lain secara tidak langsung merasa direndahkan dan tidak dihargai keberadaannya.
2.         Perbedaan pendapat dan pandangan hidup
Setiap golongan mempunyai pendapat dan pandangan hidup yang berbeda. Bahkan setiap individu pun mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Namun ada beberapa orang atu golongan yang memiliki kesamaan pendapat, perbedaan pendapat dapat menyebabkan perpecahan pada suatu golongan. Dari perpecahan itu akan muncul sebuah golongan baru yang terdiri dari orang-orang yang sepaham. Maka perselisihan antara kedua kelompok itu pun dapat terjadi. Jika hal itu berlarut maka kejadian serupa akan kembali terjadi dan terjadi lagi begitu seterusnya.
3.         Keinginan kelompok untuk menguasai kelompok lain.
Setap golongan menginginkan agar golongannya memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar. Salah satu cara agar golongannya menjadi kuat, maka mereka akan senantiasa mempengaruhi dan berusaha menundukkan golongan lain untuk tunduk dibawahnya. Timbulnya kesadaran dari kelompok yang dikuasi itu akan mengakibatkan pembrontakan dan timbullah konflik.
Dengan pendekatan komparatif dapat dilihat fakta mengenai keadilan dalam berbagai masyarakat suku. Dapat dilihat ada fakta pluralistik dalam hal keadilan. Apa yang dilakukan dalam pendekatannya terhadap keadilan sebenarnya sejalan dengan pendekatan multikulturalistik. Dengan kata lain model pendekatan komparatifnya terhadap keadilan yang bertolak dari praktik-praktik keadilan dalam budaya sebenarnya juga merupakan langkah-langkah yang multikulturalistik. Artinya dalam hal ini tidak berangkat dari teori keadilan melainkan berangkat dari praktik keadilan yang ada pada berbagai “kultur” yang ada. Itu berarti pendekatannya mula-mula bersifat pluralistik dan bermuara pada multikulturalistik. Dan hal tersebut tidak hanya sampai pada keanekaragaman konsep keadilan melainkan, melalui perbandingan, diskusi, dialog, dari berbagai konsep keadilan yang beranekaragam, hal tersebut juga sampai pada keadilan multikulturalistik, yang bisa diterima bersama. Dan karena praktik-praktik keadilan itu ada pada beraneka ragam budaya, maka dia harus berangkat dari sana untuk berkontribusi pada penciptaan keadilan serta menyingkirkan ketidak-adilan, dan bukannya sekedar membangun ideal masyarakat multikultural tentang keadilan dan mencocokannya dengan suatu model ideal yang teoritis. Ini sejalan dengan metode “komparatif praktis” yang ditempuhnya bersama Adam Smith, Karl Marx, dan bukannya metode “transendental ideal ” yang ditempuh John Rawls, John Locke, Immanuel Kant, dll.
Jadi pendekatan pluralistik lebih melihat aspek perbedaan-perbedaan kekhasan keunikan yang mengarah kepada kebebasan. Sedangkan multikulturalistik itu lebih sebagai aspek bagaimana menghadapi dan menyikapi perbedaan-perbedaan itu. Dan itu ditemukan dalam nilai-nilai bersama yakni menyingkirkan-ketidak-adilan. Nilai keadilan multikulturalistik ini justru ditemukan melalui penalaran, diskusi, dialog yang bebas. Dalam situasi situasi ini orang bissa terkondisi untuk mampu menemukan semua identitasnya dan bukan hanya terpelotot pada satu identitas saja yang sifatnya eksklusif.
Bangsa Indonesia harus bangga memliki pancasila sebagai ideology yang bisa mengikat bangsa Indonesia yang demikian besar dan majemuk. Pancasila adalah dasar yang mempersatukan bangsa sekaligus dasar utama yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Kehidupan bangsa Indonesia akan semakin kokoh apabila segenap anak bangsa untuk mempelajari agar faham sehingga dapat mengaplikasikan pancasila dalam bermasyarakat dan bernegara secara konsekuen, sendi-sendi lain yang utama untuk dilaksanakan adalah Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Dengan demikian implikasi pluralistic dan multikulturalistik dalam masyarakat Indonesia terkonsep dengan perjuangan untuk tetap mempertahankan pancasila sebagai ideologi dasar negara, UUD RI tahun 1945 sebagai landasan konstitusional, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara dan wadah pemersatu bangsa serta Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang merupakan modal untuk alat pemersatu bangsa dalam konteks kemajemukan.
C.       Pengetahuan Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apabila ditnjau dari sudut hukum tata negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sempurna sebagai negara, mengingat saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia baru sebagian memiliki unsur konstitutif berdirinya negara. Untuk itu PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah melengkapi persyaratan berdirinya negara yaitu berupa pemerintah yang berdaulat dengan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, sehingga PPKI disebut sebagai pembentuk negara. Disamping itu PPKI juga telah menetapkan UUD 1945, dasar negara dan tujuan negara.
Para pendiri bangsa (The Founding Fathers) sepakat memilih bentuk negara kesatuan karena bentuk negara kesatuan itu dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai keanekaragaman, untuk mewujudkan paham negara integralistik (persatuan) yaitu negara hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan negara mengutamakan kepentingan umum. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan semangat kebangsaan (nasionlisme) oleh bangsa Indonesia yang bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tampah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Pembukaan UUD 1945
Tujuan negara kesatuan Republik Indonesia dirumuskan dalam sidang periode II BPUPKI (10 – 16 Juli 1945) dan tujuan tersebut disyahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Tujuan negara kesatuan Republik Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang meluputi :

1.    melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
2.    memajukan kesejahteraan umum
3.    mencerdaskan kehidupan bangsa
4.    ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Tujuan negara kesatuan Republik Indonesia tersebut di atas sekaligus merupakan fungsi negara Indonesia.
D.      Konsep Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk karena terdiri atas berbagai suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, serta agama yang berbeda-beda. Keanekaragaman tersebut terdapat di berbagai wilayah yang tersebar dari Sabang dan Merauke. Kenyataan yang tidak dapat ditolak bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat yang beragam budaya.
Keanekaragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah tersebut. Dengan jumlah penduduk lebih dari 237.000.000 (dua ratus tiga puluh juta rupiah) jiwa yang tinggal tersebar di pulau-pulau di Indonesia (Badan Pusat Statistik tahun 2010). Dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman budaya atau tingkat heterogenitas yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok suku bangsa tetapi juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradisional hinggake modern dan wilayah.
Para pendiri negara telah menyadari realitas tersebut sebagai landasan bagi pembangunan bangsa Indonesia. Atas dasar itulah mereka merumuskan bahwa Indonesia terdiri dari Zelfbesturendelandschappen (daerah-daerah swapraja) dan Volkgemeenschappen (desa atau yang setingkat dengan itu) di dalam Undang – Undang Dasar 1945 (sebelum perubahan). Langkah ini mempunyai dua implikasi: pertama, dengan menyerap kekhasan tiap kelompok masyarakat, negara Indonesia yang dibentuk berupaya menciptakan satu bangsa. Kedua, mengabaikan eksistensi kelompok-kelompok tersebut akan berimplikasi pada kegagalan cita-cita membangun suatu bangsa Indonesia.
Yang mencolok dari ciri kemajemukan masyarakat Indonesia adalah penekanan pada pentingnya kesukubangsaan yang terwujud dalam komunitas-komunitas suku bangsa, dan digunakannya kesukubangsaan sebagai acuan utama bagi jatidiri individu.
Dengan demikian, akan terjadi persamaan langkah dan tingkah laku bangsa Indonesia. Pedoman tersebut adalah Pancasila. Membiasakan bersahabat dan membantu dengan sesama warga yang ada di lingkungan, seperti gotong royong akan dapat memudahkan tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa. Bangsa Indonesia harus merasa satu, senasip sepenanggungan, sebangsa, dan sehati dalam kekuatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah.
E.       Sikap yang harus dilakukan dalam pandangan Pluralistik dan Multikulturalistik sebagai Konsep Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara Bagi Bangsa Indonesia adalah:
1.      Menciptakan sebuah kehidupan masyarakat yang rukun sebagaimana halnya terbentuk kehidupan dalam sebuah keluarga.
2.      Terwujudnya warga masyarakat yang mempunyai semangat tolong menolong, bekerja sama untuk menyelesaikan suatu masalah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
3.      Mengedapankan musyawarah mufakat untuk menyelesaikan problematika masyarakat, bangsa, dan negara.
4.      Terbentuknya sebuah sikap yang mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan golongan.

PENUTUP
Kata pluralistik berasal dari plural yang mempunyai arti banyak, sehingga pluralistik member makna yang bersifat, atau kualitas yang menggambarkan keanekaragaman suatu pengakuan bahwa alam semesta dalam keanekaragaman. sedangkan Multikurtural ialah keanekaragaman kebudayaan dalam kesetaraan. Masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang bersifat majemuk atau beragam dalam kesukuan, kebangsaan yang menerima dan menghargai keanekaragaman tentu sudah mengandung perbedaan-perbedaan di dalamnya.
Dalam penerapan kemajemukan bangsa Indonesia seringkali memunculkan persoalan  sehingga menciptakan konflik dan perpecahan. Hal ini dikarenakan diantara kelompok atau suku tertentu  menganggap yang paling baik dan memandang rendah kepada kelompok lain. Oleh karena itu bhinneka tunggal ika harus dijadikan falsafah kehidupan sebagai semboyan dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).














DAFTAR PUSTAKA
Komunitas Vipers. 2012. Http://kuliahmultikultur.blogspot.com/2012/03/bab-3-plusarisme-dan-multikulturalisme. (diunduh pada tanggal 02 Februari 2015)
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014. 2014. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat  Jendral MPR  RI
Rohman, Muhammad Nuur. 2006. http://muhnurrohman.blogspot.com/2012/12/makna-penting-pancasila-bagi-bangsa.html=pentingnya+pancasila+dalam +kehidupan+bangsa. (di unduh pada tanggal  02 Februari 2015)
Soeprapto. 2013. Pancasila. Jakarta : Konstitusi Press
Sekretariat Negara RI. 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/multikulturalisme&perbedaan -plural-dan-multikultural. (di unduh pada tanggal 02 Februari 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar