BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Suatu peristiwa atau kejadian, pada dasarnya tidak pernah lepas
dari peristiwa lain yang mendahuluinya. Demikian juga, dengan timbul dan berkembangnya
filsafat maupun ilmu. Menurut Rinjin, filsafat dan ilmu timbul dan berkembang
karena akal budi, thauma, dan aporia.[1]
Dengan akal
budinya, kemampuan manusia dalam bersuara bisa berkembang menjadi kamampuan
berbahasa dan berkomunikasi sehingga manusia disebut sebagai homo loquens
dan animal symbolicum. Dengan akal budinya, manusia dapat berpikir abstrak
dan konseptual sehingga dirinya disebut sebagai homo sapiens (makhluk
pemikir) atau menurut Aristoteles, manusia dipandang sebagai animal that
reasons yang ditandai dengan sifat selalu ingin tahu (all men by nature
desire to know).
Pada diri
manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiosty), yang
menjelma dalam wujud beragam pertanyaan. Bertanya adalah berpikir dan berpikir
dimanifestasikan dalam bentuk pertanyaan. Manusia merupakan makhluk yang
memiliki rasa kagum (Thauma) pada segala sesuatu yang diciptakan oleh
Sang Pencipta, misalnya kekaguman pada matahari, bumi dan dirinya sendiri, dan
sebagainya.
uqèd Ï%©!$# @yèy_ [ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# Ï9ºs wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_Áxÿã ÏM»tFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôèt ÇÎÈ
Artinya;
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[2] [669].
Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang
mengetahui.”[3]
Kekaguman
tersebut kemudian mendorong manusia untuk berusaha mengetahui alam semesta
serta asal usulnya (masalah kosmologis). Ia juga berusaha mengetahui dirinya
sendiri, eksistensi, hakikat, dan tujuan hidupnya.
Faktor lain
yang juga mendorong timbulnya filsafat dan ilmu adalah masalah yang dihadapi
manusia (aporia). Kehidupan manusia selalu diwarnai masalah, baik
masalah yang bersifat teoritis maupun praktis. Masalah mendorong manusia untuk
berbuat dan mencari jalan keluar yang tidak jarang menghasilkan temuan yang
sangat berharga (necessity is the mother of science).
Filsafat ilmu
merupakan bagian dari Epistemologi yang secara sepesifik mengkaji hakekat ilmu.
Dalam bentuk pertanyaan, pada dasarnya filsafat ilmu membicarakan hakikat
(segala sesuatu), ini berupa tentang hakikat segala sesuatu (ontology),
bagaimana proses memperoleh pengetahuan atau (epistemologi), dan bagaimana guna
pengetahuan (aksiologi), oleh karena itu ruang lingkup induk filsafat ilmu ada
3 yaitu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi.[4]
Tapi di dalam
makalah ini, akan di kaji tentang “Epistemologi Sains: Alat dan Langkah Tata Kerja
metode Ilmiah”. Epistemologi berkaitan dengan bagaimana proses di perolehnya
pengetahuan, bagaimana prosedurnya untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang
benar.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah:
1.
Apakah
Epistemologi Sains itu?
2.
Apakah
Kegunaan Pengetahuan Sains?
3.
Bagaimana
Penjelasan
Tentang Ilmu Pengetahuan (Pengetahuan Ilmiah)?
4.
Bagaimanakah
cara memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui Epistemologi Sains
2.
Untuk mengetahui Kegunaan Pengetahuan Sains
3. Untuk mengetahui Penjelasan
Tentang Ilmu Pengetahuan (Pengetahuan Ilmiah)
4.
Untuk
mengetahui cara memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah